Produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia cenderung turun. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi CPO bulan Desember 2024 hanya 3,87 juta ton.
Angka tersebut lebih rendah 10,55 persen dibandingkan dengan produksi bulan November 2024 sebesar 4,33 juta ton.
Lalu, produksi Palm Kernel Oil (PKO) pada Desember 2024 juga turun menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada November 2024.
Dengan demikian, produksi CPO pada 2024 mencapai 48,1 juta ton, sedangkan PKO sebesar 4,5 juta ton.
Secara total, produksi CPO dan PKO pada 2024 sebesar 52,7 juta ton. Angka ini lebih rendah 3,80 persen dari produksi tahun 2023 sebesar 54,8 juta ton.
Penurunan produksi ini menjadi tanda bahaya bagi GAPKI, sebab dalam waktu yang bersamaan, konsumsi justru mengalami peningkatan.
Konsumsi untuk biodiesel pada 2024 tercatat sebesar 11,4 juta ton, lebih tinggi 7,51 persen dari 10,6 juta ton pada 2023.
Sementara itu, konsumsi untuk pangan mencapai 10,20 juta ton, lebih rendah 0,90 persen dari konsumsi pada 2023 sebesar 10,29 juta ton.
Lalu, konsumsi oleokimia tercatat sebesar 2,20 juta ton, lebih rendah 2,69 persen dari 2,26 juta ton dari 2023.
Secara total, konsumsi pada 2024 tercatat sebesar 23,8 juta ton atau 2,78 persen lebih tinggi dari 2023 sebesar 23,2 juta ton.
Sekretaris Jenderal GAPKI Muhammad Hadi Sugeng memandang ini sebagai tantangan. Jika produksi terus menurun dan tidak bisa mengimbangkan kebutuhan konsumsi, jumlah ekspor akan dikorbankan.
Dengan dikorbankannya ekspor, dampaknya akan merembet ke berbagai hal seperti pembiayaan untuk biodiesel dan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Jadi ini berpotensi pasar ekspor tergerus karena produksi rendah. Jalan panjangnya juga akan menghantui kita apabila tidak bisa segera meningkatkan produksi nasional kita," katanya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Kondisi saat ini, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia tercatat sudah mengalami penurunan.
Dari data yang GAPKI olah, total ekspor Desember 2024 sebesar 2,06 juta ton. Ini lebih rendah 21,88 persen dari ekspor November 2024 sebesar 2,63 juta ton.
Penurunan terbesar terjadi pada ekspor ke India sebesar 246 ribu ton, diikuti China sebesar 39 ribu ton.
Secara tahunan, terjadi penurunan ekspor sebesar 2.680 ribu ton, yaitu dari 32,2 juta ton pada 2023 menjadi 29,5 juta ton pada 2024.
Penurunan terbesar terjadi untuk tujuan China sebesar 2,3 juta ton, India 1,1 juta ton, dan diikuti Bangladesh, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Ada beberapa tujuan yang tercatat masih mengalami kenaikan ekspor, yaitu Pakistan sebesar 486 ribu ton dan Timur Tengah sebesar 164 ribu ton.