BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Kasus yang menjerat pemilik usaha Mama Khas Banjar yakni Firly Norachim (31) masih berproses di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru. Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hasil laut dan sirup ini dijerat penyidik Polda Kalsel dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan disangka menjual produk tanpa mencantumkan label kedaluwarsa.
Sebanyak 35 jenis produknya pun disita penyidik. Penyitaan terjadi di Toko Mama Khas Banjar Jalan Trikora, Kelurahan Loktabat Selatan, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru.
Setelah dilimpahkan penyidik kepolisian, kasus ini ditangani kejaksaan hingga disidangkan di pengadilan.
Namun kasus ini menjadi viral karena aparat hukum dinilai melakukan kriminalisasi pelaku UMKM.
Anggota Komisi II DPRD Kota Banjarbaru Emi Lasari juga mengaku prihatin atas kasus yang menimpa pelaku UMKM tersebut. “Kasus ini seyogyanya tidak langsung ke ranah pidana karena UMKM merupakan salah satu usaha yang menyumbang perkembangan perekonomian di Banjarbaru,” ujarnya, Sabtu (8/3). Selain itu UMKM menyerap tenaga kerja.
Oleh karena itu, menurut Emi, melindungi UMKM menjadi kewajiban bagi pemerintah. “Pada 2021diteken kesepakatan bersama antara Polri dan Kementerian Koperasi UKM melalui Nota Kesepahaman (MoU) dengan Nomor: NK/35/X/2021 – Nomor: 22/KB/M.KUKM/X/2021,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam nota kesepahaman itu, Polri dan Kemenkop UKM sepakat mengedepankan pembinaan terhadap UMKM. “Dengan kasus ini, kami mempertanyakan nota kesepahaman itu lantaran tidak menjadi acuan terhadap kasus Mama Khas Banjar,” ujarnya.
“Seharusnya kasus ini mengacu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan karena produk yang dijual Mama Khas Banjar merupakan pangan olahan,” tegasnya.
Ia mengatakan UU tersebut diatur tentang keamanan pangan, yang mewajibkan pelaku usaha menempelkan nama produk, komposisi, berat, hingga tanggal kedaluwarsa. “Namun kalau ditemukan pelanggaran, dalam UU 18 Tahun 2012 disebutkan diberikan pembinaan terhadap pelaku usaha, bukan pidana,” sambungnya.
Ia mengatakan jika penegak hukum beralasan kasus ini berdasarkan laporan masyarakat, seharusnya langkah pertama yang dilakukan ialah melihat sejauh mana kerugian kosumen akibat kelalaian UMKM tersebut, bukan malah langsung membawanya ke ranah pidana.
“Kita memang berkewajiban melindungi konsumen, tapi kalau ternyata ada kelalaian dari pelaku usaha yang masih bisa ditolerir, lebih baik dilakukan pembinaan,” tegasnya.
Sebelumnya Kasubdit 1 Indagsi Ditreskrimum Polda Kalsel AKBP Amin Rovi mengatakan kasus ini berawal dari informasi masyarakat. “Awalnya kami menerima laporan dari masyarakat bahwa ada beberapa barang yang diperjualbelikan tanpa merek, tanpa label,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Setelah ditelusuri dan mendapatinya, polisi pun melakukan proses penyidikan. “Proses yang kami lakukan sudah sesuai prosedur berdasarkan undang-undang,” pungkasnya. (nan)