Sosok mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto baru saja berkomentar terhadap Rancangan UndangUndang (RUU) TNI yang tengah menjadi sorotan.
Ia menyebut pihak militer tak boleh egois.
Dalam hal ini maksudnya tertuju pada salah satu poin dalam RUU TNI yakni Perluasan Penempatan Militer di Lembaga Sipil.
Lantas siapa sosok Soleman B Ponto?
Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto merupakan pria kelahiran SangirTahuna, Sulawesi Utara, 6 November 1955.
Ia menjadi Kepala BAIS TNI pada periode 20112013.
Dikutip dari laman penerbit buku Rayyana.id, dirinya mengenyam pendidikan TNI di Akabri AL pada tahun 1978.
Sementara kariernya di Angkatan Laut diawali sebagai pelaut.
Ia melewati sejumlah pos, hingga akhirnya masuk di dunia intelijen TNI pada Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI sejak tahun 1996.
Pada penugasan di BAIS Ia banyak berinteraksi dengan konsep, organisasi, serta penggiat Hak Asasi Manusia (HAM).
Dari sana muncul kesadaran bahwa Indonesia, termasuk TNI tidak bisa terlepas dari pengaruh dunia dan hukum internasional, di mana Hukum Humaniter dan Hukum HAM termasuk di dalamnya.
Berangkat dari situlah, Ia mengikuti pendidikan magister hukum dengan mengambil tesis tentang Operasi Militer TNI dan Gerakan Separatisme Bersenjata di Indonesia.
Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto juga memiliki dua buku, yakni berjudul Jangan Lepas Papua juga TNI dan Perdamaian di Aceh.
Berikut riwayat jabatannya:
DPB Denma Armada
Padiv Luar KRI TBO Armada
Padiv MPK KRI LAM Armada
Ps. Kadepsin KRI SGU Armada
Padiv KRI Yos Armada
Padiv Kawah ABK TCL Armada
Padiv Elektronika KRI MKT331 Satkor Armatim
Kadepsin KRI TKL813 Satrol Armatim
DiklapaII Denmako Makoarma Armatim
Kadepsin KRI SNA (Singa) Satkat Armatim
Kadepsin KRI KRS (Keris624) Armatim
Dik Seskoal DPB Denmako Makoarma Armatim
Kadepsin KRI BDK (Badik623) Satkat Armatim
Kadepsin KRI HSN (Hasanudin333) Satkor Armatim
Sus Athan RI DPB Denmako Makoarma Armatim
As Athan RI Ur laut di ew Delhi/India
Paban Utama B2 Dit B BAIS TNI
Athan RI di Den Haag Belanda
Pamen Mabes TNI
Paban Utama B6 Dit B BAIS TNI
Waaspam Kasal
Aspam Kasal
Ka BAIS TNI
Bela Prabowo Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Madya Soleman B Ponto (Tribunnews.com/Fersianus Waku)Soleman B Ponto pernah memberikan pembelaan untuk Prabowo Subianto yang menerima gelar kehormatan pangkat Jenderal TNI dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kala itu, pemberian gelar kehormatan untuk Prabowo menimbulkan pro dan kontra.
Diketahui Prabowo secara resmi diberi anugerah pangkat Jenderal TNI Kehormatan dari Presiden Jokowi pada Rabu (28/02/2024).
Penganugerahan ini berlangsung dalam Rapat Pimpinan TNI/Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Dengan penghargaan tersebut secara resmi menjadikan Prabowo sebagai purnawirawan Jenderal TNI bintang empat.
Prabowo sebelumnya telah menerima penghargaan atau tanda jasa Bintang Yuda Dharma Utama atas jasajasanya di bidang pertahanan yang telah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kemajuan TNI dan kemajuan negara.
Soleman menganggap, pemberian gelar kehormatan telah sesuai aturan.
"Pemberian anugerah tersebut ini telah melalui verifikasi angka dari Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dan indikasi dari penerimaan anugerah bintang tersebut sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2009," katanya, seperti diberitakan Tribunnews.
Namun rupanya pemberian gelar kehormatan itu menimbulkan kritik dari berbagai pihak, salah satunya lantaran Prabowo bukan TNI aktif, adanya hal tersebut Soleman Ponto memberikan pembelaannya,
Menurutnya, Prabowo bisa saja dan sahsah saja mendapatkan gelar tersebut, walaupun status Prabowo sebagai pensiunan TNI.
Hal itu berkaca pada purnawirawanpurnawirawan TNI sebelumnya yang juga telah mendapatkannya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hendropriyono, hingga Agum Gumelar.
"Mendapatkan gelar tersebut saat sudah pensiun," ujarnya mengutip tayangan YouTube Kompas TV.
"Mendapatkan Gelar Kehormatan dan Kenaikan Pangkat Luar Biasa itu beda."
"Kalau kenaikan pangkat luar biasa itu untuk anggota TNI aktif, tapi mendapatkan pangkat kehormatan itu yang sudah tidak aktif contohnya Pak SBY, Agum Gumelar dan Pak Hendropriyono," ujarnya lagi.
Militer Tak Boleh EgoisAdapun Soleman belakangan ini menyoroti tentang RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi I DPR, pada 34 Maret 2025 lalu, muncul satu di antara beberapa usulan, yakni perluasan pengisian jabatan sipil oleh TNI aktif di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI.
Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), ada 10 lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI, yaitu Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung (MA).
Soleman menyatakan, seorang prajurit yang berstatus dinas aktif harus mengajukan pensiun dini jika ingin menduduki jabatan sipil.
Soleman menjelaskan, hal tersebut diperlukan untuk memperjelas hukum apa yang berlaku untuk prajurit yang bersangkutan, apakah hukum militer atau sipil.
"Yang jelas kalau dia masih berstatus militer, dia (prajurit aktif) tidak bisa tunduk 100 persen terhadap lembaga dimana dia berada, karena undangundang yang berlaku sama dia tetap hukum militer," kata Soleman, kepada Tribunnews.com.
Demikian pula jika karena alasan adanya kebutuhan sebuah jabatan kementerian/lembaga harus diisi oleh prajurit TNI aktif. Menurutnya, alih status tetap harus dilakukan terlebih dahulu.
Ia pun sependapat dengan pernyataan mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI yang merupakan Presiden ke6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahwa konsep awal reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah memastikan prajurit tidak menduduki jabatan sipil atau pemerintahan.
Menurutnya, 10 lembaga yang boleh diisi jabatannya oleh prajurit aktif sudah terbilang cukup.
Kalau pun ingin menambah lembaga, katanya, yakni pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung.
"Ya setuju, setuju (pernyataan SBY). Jadi yang sudah ada itu sudah cukup. Paling yang kurang itu untuk Kejaksaan, Jampidmil belum diatur. Mahkamah Agung sudah, Kejaksaan, nah itu boleh ditambah," tuturnya.
Soleman mengingatkan agar TNI untuk tidak egois.
"Jadi, militer tidak boleh egois dalam hal ini. 'Saya perlu, masukkan dia di sipil', ya enggak bisa. Sipil itu juga punya kompetensi yang kompetensinya bisa saja tidak ada di TNI kan," tambahnya.
Lebih lanjut, Soleman menegaskan, hal yang seharusnya diminta TNI adalah perihal anggaran yang tidak perlu melalui Kementerian Pertahanan.
Hal itu dikarenakan, undangundang dasar mengatur Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi terhadap TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
"Dalam hal ini misalnya Menteri Pertahanan, ya tidak boleh berkuasa terhadap TNI. Mengendalikan TNI lewat anggaran ya enggak boleh lah," imbuhnya.
SBY: Tentara Aktif Masuk Pemerintahan Harus Pensiun Presiden Prabowo bernyanyi di dampingi, Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) pada acara jamuan makan malam bersama para Kepala Daerah di Gedung Husein, Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Kamis malam, (27/2/2025). (Sekretariat Kabinet). (Sekretariat Presiden)Presiden ke6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menegaskan, bahwa konsep awal reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah memastikan prajurit tidak menduduki jabatan sipil atau pemerintahan.
Hal itu ia sampaikan dalam acara bedah buku Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang yang berlangsung secara hybrid, Jumat (7/3/2025).
Dalam kesempatan itu SBY menceritakan pengalamannya sebagai Ketua Tim Reformasi ABRI yang bertugas memastikan TNIPolri kembali pada peran utama sesuai amanah konstitusi.
"Saya ketua tim reformasi ABRI, bekerja selama dua tahun untuk memastikan TNIPolri atau ABRI kembali ke tugas pokok yang diamanahkan oleh konstitusi," kata SBY.
SBY menegaskan, reformasi ABRI bertujuan agar prajurit tidak berpolitik dan tetap menjunjung tinggi demokrasi. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menghapus fungsi kekaryaan dan sosialpolitik di militer.
Menurut SBY, jika ada prajurit aktif yang dibutuhkan di pemerintahan, mereka harus pensiun terlebih dahulu.
"Kalau ada tentara aktif yang cakap, yang diperlukan, bisa masuk ke pemerintahan dengan catatan pensiun, tidak lagi menjadi jenderal aktif, itulah dulu konsep awal military reform yang kita jalankan," jelasnya.
Ia menegaskan konsep reformasi ABRI didasarkan pada semangat yang jelas, legalitas yang kuat, serta selaras dengan amanah konstitusi dan demokrasi.
"Dan itu segaris dengan amanah konstitusi dan undangundang yang berlaku, segaris dengan respect for democratic values, segaris dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat Indonesia," pungkasnya.
Poinpoin Penting RUU TNI Disorot Publik Suasana penyelenggaraan upacara HUT TNI ke79 yang berlangsung khidmat di Monumen Nasional, Jakarta, 5 Oktober 2024. (Istimewa)Pembahasan RUU TNI yang dilakukan pihak DPR RI bersama pemerintah terus menuai sorotan hingga penolakan dari berbagai kelompok organisasi masyarakat sipil hingga mantan purnawirawan jenderal TNI.
Usulan RUU TNI ini didasarkan pada Surat Presiden (Surpres) Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.
Dan RUU TNI tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 di DPR RI.RUU TNI yang saat ini tengah dibahas mencakup beberapa poin penting yang mendapatkan perhatian publik.
Berikut poinpoin penting dalam revisi UU TNI yang mendapat perhatian publik, seperti dirangkum Tribunnews.com:
Perpanjangan Usia Pensiun Prajurit TNIUsulan memperpanjang usia pensiun prajurit TNI dari 58 tahun menjadi 60 tahun untuk perwira, dan hingga 65 tahun untuk prajurit dengan jabatan fungsional tertentu, bertujuan untuk memanfaatkan pengalaman dan keahlian prajurit yang masih produktif. Namun, ini juga memunculkan kekhawatiran penumpukan perwira tinggi nonjob. Perluasan Penempatan Militer di Lembaga SipilRUU TNI mengusulkan untuk memperluas penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil, yang sebelumnya dibatasi hanya pada sepuluh kementerian. Ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI yang bisa mengancam prinsipprinsip demokrasi dan supremasi sipil. Meski begitu, pihak DPR memastikan penempatan ini hanya untuk posisiposisi yang memang diperlukan oleh kementerian tertentu. Keterlibatan TNI dalam Aktivitas BisnisIsu lain yang kontroversial adalah wacana yang memungkinkan prajurit aktif terlibat dalam bisnis. Meski tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, langkah ini dikhawatirkan akan mengganggu netralitas dan profesionalisme TNI, serta menimbulkan konflik kepentingan.