TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba.
Tersangka diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
Polri memaparkan sejumlah bukti-bukti yang menjerat tersangka.
Bukti-bukti itu mulai dari video hingga surat visum.
Direktur Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, menjelaskan awal mula kasus ini diungkap sejak 22 Januari 2025 setelah menerima laporan.
Setelah menerima laporan, keesokan harinya dilakukan penyelidikan ke sebuah hotel di Kupang.
"Menggali informasi dari staf hotel serta pengecekan terhadap data hotel yang tertanggal 11 Juni 2024," kata Patar saat konferensi pers di Mabes Polri, Kamis (13/3/2025).
Dari awal pengecekan itu, polisi kemudian mendapat sejumlah bukti dari sembilan orang saksi.
Bukti itu berupa rekaman CCTV, dokumen registrasi di resepsionis hotel, satu dress anak, surat visum, hingga CD yang berisi delapan video kekerasan seksual.
"Ada pun beberapa alat bukti yang kami dapat dari saksi-saksi ada sembilan orang, kemudian petunjuk dari CCTV dan dokumen registrasi di resepsionis."
"Kemudian barang bukti satu baju dress anak bermotif love pink dan alat bukti surat berupa visum serta CD yang berisi kekerasan seksual sebanyak delapan video," ujar Patar.
Tersangka diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
Fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).
"Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kamis.
Trunoyudo menjelaskan, tiga anak yang menjadi korban ada yang berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun.
Sementara, satu orang dewasa yang dilecehkan berusia 20 tahun.
Penyidik telah memeriksa saksi sebanyak 16 orang, di antaranya termasuk empat korban.
Selain itu, ada empat orang manajer hotel dan dua orang personel Polda NTT.
"Tiga ahli selaku ahli bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, satu dokter, dan ibu seorang korban anak," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, mengatakan kasus pelecehan seksual anak yang dilakukan tersangka termasuk kategori pelanggaran berat.
"Dan sampai kita melaksanakan gelar perkara, dan ini adalah kategori berat," kata Brigjen Agus Wijayanto, Kamis.
Oleh karena itu, pasal yang disangkakan adalah pasal berlapis.
"Dan kita juncto-kan PP 1 2003 tentang pemberhentian anggota Polri," ujar Agus.
Agus memastikan, Polri tak akan pandang bulu untuk menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya.
"Karena ini menyangkut anak, sehingga kita harus betul-betul mendasari ketentuan yang berlaku. Dengan menambah permasalahan baru lagi," kata dia
AKBP Fajar diketahui melakukan aksi pencabulan anak di bawah umur di sebuah hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mirisnya, aksi pencabulan tersebut bahkan direkam oleh Fajar dan videonya kemudian dijual ke situs porno di Australia.
Fajar sudah mengakui perbuatan kejinya itu.
Pengakuan kelakuan bejatnya itu disampaikan AKBP Fajar saat diinterogasi oleh personel Propam Polda NTT.
Buntut aksinya ini, Lembaga Perlindungan Anak NTT meminta AKBP Fajar diberi hukuman kebiri.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga meminta Polri lebih aktif mengadvokasi masalah ini sebagaimana hukum pidana
LPA NTT menyebut, kelakuan perwira menengah (Pamen) Polri itu telah melanggar undang-undang perlindungan anak.
Perbuatan yang dilakukan AKBP Fajar tergolong sebagai kejahatan seksual terhadap anak, apalagi video tersebut diunggah pada situs porno di luar negeri.
"LPA NTT, sangat menyesali perbuatan aparat kepolisian itu. Sebab, AKBP Fajar Lukman telah melanggar Perlindungan Anak, UU TPKS dan UU Narkoba. Hukuman pemecatan harus diterapkan," kata Ketua LPA NTT, Veronika Ata dikutip dari TribunFlores.com, Rabu (12/3/2025).
Di sisi lain, LPA NTT juga meminta DP3A setempat agar memberikan perlindungan dan pendampingan bagi korban.
Jika dimungkinkan, LPSK bisa ikut membantu mengawal korban. Sebab, potensi intimidasi bagi korban bisa saja terjadi.
(Milani) (TribunFlores.com/Gordy)