Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, merespons soal kritik unsur sipil yang menyebutkan rapat panja Komisi I dengan pemerintah membahas RUU TNI adalah sebuah paradoks efisiensi.
Terlebih, rapat tersebut digelar di hotel mewah pada hari libur.
Hotel yang digunakan untuk rapat Komisi I DPR tersebut adalah Hotel Fairmont, hotel bintang lima yang berada tak jauh dari Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta.
Utut menilai penilaian tersebut sebatas pendapat.
Dia pun membandingkan rapat lainnya yang dilakukan legislator Senayan dilaksanakan di hotel mewah.
"Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, UndangUndang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?" kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.
Dia hanya mengatakan bahwa rapat Panja ini juga sebagai rapat konsinyering.
"Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya," ucapnya.
Masyarakat sipil mengkritik proses Revisi UndangUndang TNI (RUU TNI) yang digelar diamdiam.
Terbaru, rapat panja RUU TNI digelar di sebuah hotel mewah tak jauh dari Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada semacam paradoks dalam proses RUU tersebut
"Di tengah situasi negara, situasi ekonomi negara yang sulit, ada banyak kemudian gelombang PHK, ada banyak kemudian kemunduran, kemarin Bu Sri Mulyani baru menyampaikan bahwa ada defisit hampir kurang lebih Rp3 triliun ya, di APBN, yang menunjukkan sebenarnya ada situasi krisis yang terjadi, tetapi paradoksnya, anggota DPR kita malah kemudian menggunakan fasilitas mewah dalam tanda kutip, untuk melakukan pembahasan undangundang gitu ya," kata Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya Saputra dalam pesan yang diterima, Sabtu (15/3/2025).
Dia curiga pemilihan lokasi ini agar pembahasan RUU TNI sulit dijangkau oleh masyarakat.
"Akhirnya masyarakat pada akhirnya tidak bisa mengakses apa saja pertemuan, apa saja yang dilakukan begitu ya, karena sifatnya tertutup kan. Padahal masyarakat juga berhak tahu apa yang dibahas," kata dia.
Satu elemen pembentukan peraturan undangundangan, dikatakan Dimas, adalah bagaimana akses informasi soal perbuatan peraturan undangundangan itu juga bisa diakses oleh publik.
"Jadi, menurut kami ini satu hal yang sangatsangat paradoks. Di tengah situasi yang sangat sulit secara ekonomi, tapi kemudian ada pemborosan dalam tanda kutip yang dilakukan oleh anggota DPR untuk melakukan pembahasan, dengan motivasi terselubung dan juga dengan upaya diamdiam," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi I DPR RI dan pemerintah disebut sedang melakukan rapat untuk melanjutkan pembahasan terkait Revisi UndangUndang TNI.
Informasi tersebut didapatkan oleh unsur masyarakat sipil.
Bahkan, rapat tersebut dilakukan di sebuah hotel mewah tak jauh dari Kompleks Parlemen Senayan.
"Menanggapi soal konsinyering panja ya, terkait dengan RUU TNI. Dan itu dilakukan di salah satu bilangan hotel mewah gitu ya," kata Dimas Bagus Arya Saputra.
Rapat tersebut berlangsung pada Jumat dan Sabtu (15/3/2025).
"Kami dari awal itu ketika kemudian surpres dengan nomor R12/ pres/ 2/2025 itu kemudian masuk ke meja DPR RI. Kami sudah menduga akan ada proses pembahasan yang akseleratif gitu ya, akan dipercepat gitu," kata dia.
"Dan kemudian memang yang kami dengar juga adalah kenapa kemudian konsinyering dilakukan dengan intensi atau dengan intensitas yang sangat tinggi gitu ya, dan sangat cepat dan terkesan terburuburu," kata Dimas.
Dimas mendapatkan informasi bahwa DPR dan pemerintah memang ingin mengesahkan RUU TNI secepatnya m
"Mereka akan mau mengesahkan RUU TNI ini dalam paripurna gitu ya. Yang mungkin nanti akan dilakukan pada 20 Maret 2025," kata dia.