Sekjen DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, buka suara soal aksi Koalisi Masyarakat Sipil dalam rapat pembahasan Rancangan UndangUndang TNI, Sabtu (15/3/2025).
Sarmuji mengatakan jika sejatinya semua aspirasi masyarakat akan dihargai oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau pemerintah pada umumnya.
Dia mengatakan jika seharusnya aksi tersebut bisa disalurkan dengan cara tepat. Kendati begitu, Sarmuji tidak merinci bagaimana menyampaikan aspirasi dalam rapat yang berlangsung di hotel mewah itu.
"Ya aspirasi masyarakat kami hargai ya. Tapi, tolong disalurkan dengan caracara yang tepat," ungkap Sarmuji, kepada awak media, di Kantor DPP Partai Golkar, Minggu (16/3/2025).
Sebelumnya, tiga orang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menggeruduk rapat Komisi I DPR RI dengan pemerintah di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Lokasi penyelenggaraan rapat ini pun menuai sorotan, karena berlangsung di tengah gembargembor efisiensi oleh pemerintah.
Menanggapi hal ini, Sarmuji mengatakan jika tentu ada alasan mengapa rapat itu digelar bukan di Kantor DPR RI.
Namun, politikus berusia 50 tahun itu menegaskan jika sepanjang rapat memungkinkan digelar di Kantor DPR RI, maka tidak ada alasan rapat berlangsung di luar kantor.
"Mungkin karena full maraton, siangmalam, tidak mungkin diadakan di kantor dan (harus) diadakan di luar kantor. Tapi sepanjang bisa di kantor, selama ini di kantor," kata Sarmuji.
Rapat tersebut melibatkan 18 orang Panja termasuk tiga anggota dari Partai Golkar. Selain itu, ada juga Dave Akbarshah Fikarno, yang menjadi wakil Ketua Panja Revisi UU TNI.
Selain dari Partai Golkar, anggota panja lainnya berasal dari berbagai fraksi, yakni Fraksi PDIP (4 orang), Fraksi Partai Golkar (3 orang), Fraksi Partai Gerindra (3 orang), Fraksi Partai NasDem (2 orang), Fraksi PKB (1 orang), Fraksi PKS (1 orang), Fraksi PAN (2 orang), dan Fraksi Partai Demokrat (1 orang).
Security atau petugas keamanan Hotel Fairmont, melapor ke Polda Metro Jaya terkait 'gaduh' yang terjadi dalam rapat panitia kerja (panja) pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyebut jika laporan tersebut diterima Sabtu (15/3/2025) atau tepat pada hari kejadian.
"Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR," kata Ade Ary, dalam keterangannya, Minggu (16/3/2025).
Ade Ary menyebut jika terlapor sejauh ini masih dalam penyelidikan pihaknya.
Ade Ary mengatakan jika terlapor dilaporkan dengan pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau pasal 217 dan/atau pasal 335 dan/atau pasal 503 dan/atau pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Kepolisian menyebut jika kejadian ini bermula ketika ada tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk secara diamdiam ke Hotel Fairmont.
Mereka menggeruduk Rapat Panja pembahasan RUU TNI, yang sedang dilakukan oleh Komisi I DPR RI dan pemerintah itu terkesan 'diamdiam'.
"Pelapor selaku sekuriti hotel Fairmont, Jakarta menerangkan bahwa sekira pukul 18.00 WIB ada sekitar 3 (tiga) orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke hotel Fairmont," ujar Ade Ary.
"Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diamdiam dan tertutup. Atas kejadian tersebut korban telah dirugikan," imbuhnya.
Rapat panitia kerja (panja) pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025) diwarnai kejadian menarik. Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu diinterupsi dari unsur masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Pantauan Tribunnews di lokasi, para perwakilan dari masyarakat sipil tersebut tiba di depan luar ruang rapat sekitar pukul 17.40 WIB.
Jumlah mereka sebanyak 3 orang. Mereka mengenakan kemeja hitam, ada yang mengenakan jaket abuabu, dan jaket hitam.
Setelah membentangkan spanduk penolakan RUU TNI, mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. Rapat pun berhenti sejenak.
Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar. Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan unsur sipil tersebut.
"Temanteman, hari ini kami mendapatkan informasi bahwa proses revisi undangundang TNI dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, yang mana kita tahu hotel ini sangat mewah dan kami justru mendapatkannya dari temanteman jurnalis. Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolaholah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," kata perwakilan sipil tersebut.
Mereka juga mengirimkan surat terbuka untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktivasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga," kata dia.
"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwifungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," kata dia