Istri Kasatreskrim Polres Teluk Bintuni Iptu Tomi Samuel Marbun, Riah Tarigan menyebut Kapolres Teluk Bintuni sempat melarang para rekannya sesama polisi untuk memberikan dukungan moral ketika suaminya dinyatakan hilang sejak 18 Desember 2024 lalu saat melakukan pengejaran terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Bahkan, kata Riah, dukungan moral tersebut berujung kepada pemanggilan para anggota Polres Teluk Bintuni oleh Kapolres.
"Terus yang buat sedikit kecil hati karena ibuibu anggota Reskrim, datang ke rumah memberikan support. Itu sangat manusiawi dan wajar, menurut saya. Mereka ikut tim doa."
"Kenapa suamisuami mereka dipanggil Bapak Kapolres, dimarah dan dilarang ke rumah saya lagi," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).
Tak cuma itu, Riah juga memperoleh laporan dari rekanrekannya sesama anggota Bhayangkari bahwa para suami akan dimutasi jika dukungan moral lewat media sosial terkait kasus hilangnya Iptu Tomi Samuel Marbun terus dilakukan.
"Dan lagi, saya mendapat informasi aduan dari beberapa Bhayangkari yang ada di sana dibilang 'ibu kami masa memposting di Facebook atau di mana gitu, untuk memberikan support, kok kami diancam suaminya akan dimutasi," katanya.
Riah pun tidak habis pikir atas perlakuan Kapolres Teluk Bintuni terhadap dirinya dan rekanrekannya hingga melakukan pelarangan semacam itu dan berujung adanya ancaman mutasi.
Dia tidak terima atas perlakuan Kapolres Teluk Bintuni tersebut lantaran dirinya hingga kini masih anggota Bhayangkari aktif.
"Saya salah apa, ya? Saya ini masih Bhayangkari aktif lho. Lalu, ketika suami saya masih ada, kegiatan Bhayangkari semua saya ikut dengan baik, saya jalankan dengan baik."
"Tapi, kenapa di saat seperti ini, mereka datang ke rumah saya saja dilarang. Ini ada apa?" jelasnya.
Sebelumnya, dalam siniar yang disiarkan oleh Tribun Timur pada Kamis (13/3/2025), Riah dan ibundanya, Elvrida Gultom sempat mengungkapkan kejanggalan terkait hilangnya AKP Tomi Marbun.
Mulanya, Riah mengatakan bahwa percakapan terakhirnya dengan sang suami pada 15 Desember 2024 ingin berbicara empat mata.
"Saat saya pulang, suami ternyata sudah tidak di rumah. Kami tidak sempat ngobrol, Sore hari saat suami pulang saya bertanya mau ngobrol apa. Tapi dia bilang tidak jadi. Dia hanya meminta dikirimkan sejumlah uang transportasi untuk memfasilitasi operasi senyap ini," ujar Riah Tarigan, dikutip dari Tribun Medan.
Keesokan harinya, Tomi masih berkirim pesan kepada istrinya mengabarkan akan bertugas ke hutan dan meminta istri antisipasi ketika terjadi hal buruk.
"Dia memang mengirim kontak orangorang yang harus saya hubungi kalau terjadi hal buruk," katanya.
Hingga, pada 18 Desember 2024, Tomi dikabarkan hilang kontak karena terjatuh di sungai.
"Saya sempat mengontak nomor yang sudah diberikan dan merekalah yang membantu helikopter untuk keluarga."
"Hingga hari ini cuma suami saya yang belum kembali," curhat Riah.
Pihak keluarga terus berupaya melakukan pencarian Tomi, namun tak kunjung membuahkan hasil.
"Tidak adanya keterbukaan dari pihak yang bertanggung jawab ke keluarga. Saat pencarian pun pihak Polres sangat tertutup. Mereka tidak mau menerima bantuan. Padahal ada bantuan dari TNI mengirimkan pasukan tapi dipulangkan," katanya.
Kejadian ini harusnya melibatkan basarnas, tapi ternyata hanya dua orang dan satu hari. Setelah itu tidak ada surat masuk ke basarnas," sambungnya.
Pihak keluarga merasa janggal lantaran adanya dugaan ditutupinya terkait kronologi hilangnya Tomi Marbun.
"Pak Kapolres tolong diperiksa bagaimana kronologi kejadian sebenarnya. Sebagai pimpinan harusnya Pak Kapolres dapat memberikan penerangan ke kami. Saya mohon kepada Pak Presiden, Wakil Presiden, petinggipetinggi Polri untuk diusut tuntas apa sebenarnya yang terjadi pada suami saya. Kami punya anak kecil, butuh penjelasan, tidak mungkin hilang tanpa jejak."
"Saya mohon agar anggota tim dan pihak terkait yang ada di sana diperiksa lagi, supaya ada keterbukaan dan pencarian suami saya," tandasnya.