Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dengan tegas menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia.
Dalam penolakan tersebut, KontraS menyebutkan dua alasan utama yang berkaitan dengan pemerintahan Orba atau Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina, menegaskan bahwa usulan pemberian gelar tersebut merupakan bentuk upaya penghapusan sejarah dan pemutihan terhadap kejahatankejahatan yang dilakukan oleh Soeharto selama masa pemerintahannya.
Menurut Jane, Soeharto telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM), penyalahgunaan wewenang, dan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak pernah diadili hingga kini.
“Kami menilai usulan ini adalah langkah mundur yang berisiko menghapuskan kejahatan yang telah dilakukan oleh Soeharto,” kata Jane saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (19/3/2025).
2. Rekam Jejak Korupsi dan Penyalahgunaan KekuasaanSelain itu, KontraS juga menyoroti rekam jejak Soeharto yang terkait dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Berdasarkan data dari Kantor PBB Urusan Obatobatan dan Kriminal (UNODC) serta Bank Dunia pada 2007, Soeharto tercatat sebagai pemimpin yang paling korup di dunia pada abad ke20, dengan jumlah aset yang dikorupsi mencapai sekitar USD 15 hingga 35 miliar.
KontraS menyatakan bahwa Soeharto tidak memiliki integritas moral yang cukup untuk mendapatkan penghargaan seperti gelar Pahlawan Nasional.
"Pengingkaran terhadap kemanusiaan dan demokrasi yang terjadi selama pemerintahan Orde Baru seharusnya menjadi pelajaran bagi bangsa ini, bukan alasan untuk memberikan gelar pahlawan kepada sosok yang telah menodai sejarah bangsa," tambah Jane.
Penolakan terhadap Wacana Gelar Pahlawan NasionalBerdasarkan dua alasan utama tersebut, KontraS dengan tegas menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
Mereka mendesak agar Menteri Sosial dan Dewan Gelar Pahlawan, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tidak mengusulkan nama Soeharto dalam daftar calon Pahlawan Nasional yang akan dikukuhkan pada tahun 2025.
“Akhir kata, Soeharto tidak memiliki keteladanan dan integritas moral sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk diberikan gelar Pahlawan Nasional,” pungkas Jane.