TRIBUNNEWS.COM – Seorang pakar Timur Tengah mengklaim Israel mendaur ulang strategi-strategi yang sudah terbukti gagal dalam perang di Jalur Gaza.
Roni Shalom, nama pakar itu, mengkritik strategi itu beberapa saat setelah Israel kembali menyerang Gaza.
Shalom menyebut kegagalan strategi itu memungkinkan Hamas untuk berkuasa di Gaza.
Menurut dia, seharusnya Israel mencari solusi strategis yang permanen guna melenyapkan ancaman terhadap Israel sepenuhnya.
“Angkatan Udara Israel kembali beroperasi di Gaza dan sekali lagi melenyapkan sejumlah buruan dari organisasi Hamas. Dan sekali lagi kita mendengar ancaman-ancaman pemimpin Israel terhadap Hamas,” kata Shalom dikutip dari Maariv.
“Itu pemimpin yang sama, yang membuat Hamas mudah mendapatkan sesuatu, pemimpin yang menahan diri untuk tidak menyerang pejabat Hamas di Qatar dan menghentikan pipa oksigen yang membuat Hamas tetap hidup, kembali mengancam dan kali ini untuk tujuan propaganda internal.”
Shalom mengklaim setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membunuh “puluhan ribu” anggota Hamas dan keluarganya, para pejabat Israel malah meninggalkan semua pencapaian itu.
“[IDF] bergegas mengevakuasi Poros Netzarim, Gaza utara, dan mengizinkan kembalinya warga Gaza ke garis perbatasan dengan Israel,” katanya.
“Hamas harus memahami bahwa aturan permainan telah berubah, kita tidak akan berhenti berperang hingga semua sandera kembali pulang dan semua ancaman terhadap warga di selatan disingkirkan.”
Shalom mengatakan perlu perubahan besar dalam cara pandang Israel mengenai Gaza dan tujuan Israel dalam perang di sana.
“Israel harus menetapkan pembersihan Gaza dari penduduknya sebagai tujuan strategis utama setelah agresi Hamas.”
“Tujuan lainnya akan melegitimasi keberadaan Hamas di Gaza dan melegitimasi terus penggunaan Hamas dan Gaza oleh Iran dan negara-negara Arab, terlepas dari perbedaan pendapat mereka tentang hal itu.”
Sementara itu, IDF awal tahun ini dilaporkan mengubah strategi tempur di Kota Beit Hanoun, Gaza utara, setelah kehilangan banyak tentara.
Empat tentara Israel tewas dan enam lainnya terluka karena ledakan bom di kota itu.
“Peristiwa ini memicu Divisi Gaza untuk menggelar penyelidikan cepat dan mengubah strategi tempurnya,” demikian laporan Maariv.
Setidaknya sudah ada 11 tentara yang tewas dan 20 lainnya terluka dalam dua minggu operasi di Beit Hanoun.
Hamas disebut menggunakan taktik seperti pengerahan kamera untuk memantau pergerakan pasukan Israel dan memasang jebakan di rumah-rumah dan jalan.
“Tentara Israel ingin mencegah pergerakan rutin pasukan agar membuat pejuang Hamas kesulitan untuk menyerang pasukan, dan memilih bergerak malam hari, sebuah taktik yang menguntungkan tentara Israel,” kata media itu.
Israel kembali melancarkan serangan udara besar ke Gaza pada hari Selasa, (18/3/2025).
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim Israel menargetkan target terkait dengan Hamas. Serangan itu merupakan upaya untuk mengamankan pembebasan sandera.
Dikutip dari Watan, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan serangan itu menewaskan lebih dari 400 warga Palestina.
Mahmoud Abu Wafah, pejabat keamanan tertinggi Hamas, dilaporkan tewas karena serangan itu.
Seorang warga Israel yang disandera Hamas di Gaza turut dikabarkan tewas akibat serangan.
Pemimpin Hamas sudah memperingatkan bahwa para sandera tidak akan bisa keluar dari Gaza kecuali melalui negosiasi.
Hamas menuding Netanyahu sengaja berusaha melenyapkan sandera, bukannya membebaskan mereka dengan perundingan. Tujuannya adalah menghindari dampak politik dari kegagalannya dalam perang Gaza.
Adapun pemerintah AS mengklaim Israel berkonsultasi dulu dengan AS sebelum melancarkan serangan.
(*)