TRIBUNNEWS.com - Pemuda asal Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), bernama Rizkil Watoni (27), memilih mengakhiri hidupnya pada Senin (17/3/2025), diduga karena depresi.
Diduga, pemuda yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ini depresi terkait tuduhan pencurian karena dirinya salah mengambil HP milik orang lain.
Kasus pencurian yang sebenarnya sudah berakhir damai, ternyata masih diproses oleh oknum Polsek Kayangan.
Sebelum mengakhiri hidup, Rizkil Watoni sempat curhat kepada Meta AI tentang masalahnya.
Dalam percakapan dengan Meta AI, Rizkil Watoni menyebut anggota Polsek Kayangan tidak menerima alasannya terkait tuduhan pencurian.
Kepada polisi, Rizkil Watoni mengaku memang salah mengambil ponsel milik orang lain, seperti yang terekam pada CCTV.
Tetapi, menurutnya, polisi tidak menerima alasan yang ia sampaikan.
"Saya hanya mengakui bahwa berdasarkan CCTV, memang saya yang mengambil secara tidak sadar. Namun, polisi tidak menerima alasan itu," tulis Rizkil Watoni dalam pesan kepada Meta AI, yang ditemukan di ponselnya, dilansir Kompas.com.
Sementara itu, ayah Rizkil Watoni, Nasruddin, menyebut kematian sang anak bukan karena mengakhiri hidup, melainkan karena tekanan dari oknum Polsek Kayangan.
"Anak kami tidak bunuh diri, tapi dibunuh mentalnya oleh oknum aparat itu," ujar dia, Senin malam, dikutip dari TribunLombok.com.
Nasruddin menjelaskan, Rizkil Watoni sudah sepakat berdamai dengan pemilik HP dan memberikan uang senilai Rp2 juta.
Tetapi, ada oknum Polsek Kayangan yang disebut terus menekan Rizkil Watoni agar membayar "uang pelicin".
Sebab, kisah Nasruddin, oknum itu berkata pada Rizkil Watoni, kasus dugaan pencurian HP telah berlanjut hingga ke Kejaksaan.
Atas hal itu, Rizkil Watoni diminta membayar sebanyak Rp15 juta, yang kemudian bertambah menjadi Rp90 juta, agar tak dipenjara.
Nasruddin pun menduga kuat sang anak depresi karena hal tersebut, hingga memutuskan mengakhiri hidup.
"Kami telah menyelesaikan persoalan dugaan pencurian itu. Kami sudah sepakat damai dengan pemilik HP."
"Bahkan, kami memberikan uang sejumlah Rp2 juta untuk perdamaian itu," urai Nasruddin.
"Saya pikir ini (tekanan oknum polisi) yang mengakibatkan anak saya bunuh diri, karena depresi dengan tekanan oleh oknum aparat ini. Almarhum sering dihubungi lewat telepon," jelasnya.
Kasus dugaan yang menimpa Rizkil Watoni bermula saat ia menumpang mengisi daya ulang ponselnya di Alfamart, Jumat (7/3/2025).
Ketika selesai, ia salah mengambil ponsel yang ternyata milik karyawan. Setelah menyadari salah ambil ponsel, Rizkil Watoni pun mengembalikannya kepada sang pemilik.
Sayang, ia ditangkap polisi di Alfamart atas tuduhan pencurian.
"Dia dituduh mencuri karena videonya viral. Rizkil Watoni tidak bisa melawan dan pasrah, saat itu juga ditahan di Mapolsek Kayangan," jelas Kepala Dusun Tenggorong, Putradi, Rabu (19/3/2025).
Di hari yang sama, para kepala dusun di Desa Sesait pun berkumpul untuk membuat surat perdamaian antara Rizkil Watoni dan karyawan Alfamart.
Tetapi, meski karyawan Alfamart telah mencabut laporannya terhadap Rizkil Watoni pada Sabtu (8/3/2025), pemuda berusia 27 tahun itu masih diproses hukum.
"Warga merasa heran, mengapa masih harus diproses hukum padahal masalahnya sudah selesai," kata Putradi.
Buntut hal itu, Rizkil Watoni memilih mengakhiri hidupnya, Senin petang, karena diduga kuat depresi.
Terpisah, Kapolres Lombok Utara, AKBP Agus Purwanta, membantah kabar yang mengatakan ada oknum Polsek Kayangan menekan Rizkil Watoni.
"Tidak ada, itu hanya isu. Tidak ada polisi minta uang," bantah Agus, Selasa (18/3/2025).
Sebagai informasi, kasus Rizkil Watoni ini memicu kemarahan massa hingga merusak Mapolsek Kayangan, Senin malam.
Massa diketahui sempat akan mendatangi Alfamart tempat video Rizkil Watoni viral, tapi berhasil dicegah.
(Pravitri Retno W/Idham Khalid/Ahmad Wawan, Kompas.com/Fitri Rachmawati)