TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Para korban dugaan kekerasan dan intimidasi oleh aparat saat aksi demonstrasi menolak UU TNI di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kamis (20/3/2025), berencana melaporkan Polrestabes Semarang ke Komnas HAM.
Ketua BEM Universitas Negeri Semarang (Unnes) 2025, Kuat Nursiam, menyampaikan rencana tersebut kepada Tribun, Sabtu (22/3/2025).
Kuat menyebut, ada tujuh orang korban kekerasan, termasuk dirinya.
Ia mengaku dikeroyok lima polisi, dicekik, ditarik, dan ditendang hingga mengalami luka robek di pelipis, memar di punggung, serta bibir pecah.
“Saya awalnya ditarik paksa ke mobil pengurai massa oleh polisi berpakaian preman, tapi saya menolak dan dibantu mahasiswa lain,” katanya.
Empat orang lainnya terdiri dari dua mahasiswa, seorang sopir pikap, dan satu petugas soundman ditangkap dan juga mengalami kekerasan.
Menurut Kuat, mereka sudah dibebaskan malam hari setelah aksi selesai.
Namun, intimidasi terus berlanjut.
Ia menyebut ada anggota intelijen mencari dirinya ke kampus, menanyakan keberadaannya ke satpam, dosen, bahkan rektor.
“Saya masih mengungsi, karena keberadaan saya dicari ke sembilan fakultas. Saya merasa terintimidasi,” jelasnya.
Setelah memposting kejadian itu di akun Instagram @kuatnursiam bersama @mahasiswa_bergerak dan @bemsi.official, ia juga menerima serangan digital dan ancaman.
Ia menyebut, ada sembilan mahasiswa dari berbagai kampus di Semarang yang masuk daftar pencarian orang karena dianggap provokator.
“Ada dari Unisula, Unnes, Undip, UIN, Upgris, Untag, dan Udinus,” ungkapnya.
Kuat menyatakan bahwa pihaknya tetap akan melawan, termasuk dengan melaporkan kasus ini secara kolektif ke Komnas HAM di Jakarta pekan depan.
“Ini sudah berulang dan tidak sesuai prosedur. Kami akan adukan ke Komnas HAM,” katanya.
Ia menilai tindakan represif aparat sebagai cara mengerdilkan kekuatan mahasiswa, bahkan menuding polisi sempat menggelar agenda tandingan berupa bagi-bagi sembako dan buka bersama.
“Tajuk aksi kami tolak UU TNI, tapi yang terjadi malah mahasiswa vs polisi, yang menang tetap TNI,” ujarnya.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Syahduddi, membantah tuduhan kekerasan dan intimidasi.
Ia menyatakan, tidak ada anggotanya yang melakukan pemukulan.
“Sudah kami cek, tidak ada tindakan pemukulan. Mungkin karena dorong-dorongan saja,” ujarnya.
Meski begitu, ia mempersilakan jika ada mahasiswa yang ingin melaporkan dugaan kekerasan.
“Kami siap proses kalau terbukti. Kami wanti-wanti anggota untuk tidak represif,” katanya.
Ia juga membantah tudingan pengintaian atau pencarian mahasiswa ke kampus oleh anggota intel.
“Kami tidak ada niat mencari-cari masalah. Tidak ada manfaatnya buat kami,” ujarnya.
Syahduddi mengakui telah mengamankan empat peserta aksi yang diduga provokator, namun dibebaskan setelah tidak terbukti.