Semangat Berbagi di Tengah Kelesuan Ekonomi
GH News March 25, 2025 07:06 PM

TIMESINDONESIA, MALANG – Ramadhan tahun 2025 ini sepertinya agak berbeda nuansanya dibanding ditahun tahun sebelumnya. Masyarakat dibayangi dengan kelesuan ekonomi, penurunan daya beli masyarakat, situasi politik yang agak memanas karena perbedaan pendapat tentang undang undang tentang TNI, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, dan lain lain. Mau tidak mau, suka tidak suka, itulah kenyataan yang harus dihadapi dan dicarikan jalan keluar terbaiknya.

Namun demikian, kondisi ini ternyata agak berbanding terbalik dengan semangat masyarakat untuk terus meningkatkan amal ibadah baik yang terkait hubungan langsung dengan Allah swt, maupun hubungan dengan antar sesama manusia. Masjid dan musholla menjadi lebih ramai dari bulan yang lain, baik terkait dengan ibadah wajib, maupun yang sunnah. Kegiatan tadarus Al Qur’an juga terus bergema di seluruh antero negeri. Makkah Madinah sebagai dua kota suci (haramain) juga menjadi destinasi wisata religius yang paling banyak dikunjungi ummat muslim. Bahkan jama’ah ibadah rawatib dan taraweh sampai ke jalan jalan dengan radius yang sangat jauh.

Demikian juga hubungan antar sesama manusia, juga meningkat kuantitas dan kualitasnya di bulan ramadhan, terutama terkait dengan kepedulian terhadap sesama. Penyediaan berbuka puasa gratis di masjid masjid makin tumbuh subur, sahur bersama juga makin laris. Begitu juga kegiatan kegiatan kepedulian lainnya, seperti berbagi kepada dhuafa, yatim piatu, disabilitas, dan lainnya. Hal ini juga penulis alami sendiri, dimana partisipasi masyarakat dalam kegiatan berbagi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tidak hanya jumlah peserta, akan tetapi ragam kegiatan yang bertambah, tidak mengalami kesulitan, bahkan justru terus bertambah banyak.

Fenomena ini tentu menggembirakan dan makin menguatkan tesa tentang kesadaran beragama masyarakat yang mengalami perbaikan dan peningkatan, terutama dari kesadaran kewajiban untuk peduli dan berbagi terhadap sesama. Masyarakat tidak hanya memahami arti dari surat adzariyat 19 yang menyatakan bahwa pada setiap kekayaan itu ada hak orang lain, akan tetapi juga berusaha mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata dengan perasaan yang tulus ihlas. Kesadaran untuk menjalankan amanat atas harta yang menjadi hak orang lain dan kemudian menyalurkannya, sudah mulai tidak dilakukan atas dasar keterpaksaan, tetapi betul betul didasarkan pada keyakinan bahwa itulah hal yang terbaik, jika ingin hidupnya dipenuhi dengan kebarokahan. Sesuatu yang tidak kasat mata, tetapi dapat dirasakan dengan bertambahnya kenikmatan, bertambahnya pertolongan Allah swt dan bertambahnya rasa cinta kepada sesama untuk kehidupan dalam kebersamaan.

Kesadaran yang bagus ini tentu juga menjadi momentum kehidupan yang saling pengertian. Yang punya harta, punya kesadaran untuk berbagi dan yang kurang punya juga punya kesadaran untuk bangkit. Kalau hari ini masih menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima), kedepan harus meningkat menjadi pemberi yang peduli. Dengan kesadaran ini, masyarakat muslim menjadi lebih yakin bahwa dengan berbagi tidak menjadi penyebab orang menjadi miskin. Akan tetapi dampak jangka panjangnya justru mampu menjadi penggerak roda ekonomi yang lebih luas dan merata di semua daerah dan lapisan masyarakat.

Ekonomi boleh lesu, tapi tak boleh membuat semangat peduli sesama menjadi layu. Berbagi itu bukan pengurang kekayaan, akan tetapi jalan menuju keberkahan. Begitulah tema yang harus terus digaungkan, agar masyarakat tak berputus asa akan keadaan, akan tetapi terus bersemangat berusaha bersama dalam kebangkitan agar kehidupan menjadi lebih menyenangkan dan menentramkan. Bagaimana dengan panjenengan semua ? Wallohu a’lam bishowab (*)

 

*) Oleh: Noor Shodiq Askandar, Wakil Ketua PWNU Jawa Timur dan Dosen FEB Unisma

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.