Masyarakat Jawa sangat identik dengan simbol-simbol. Termasuk juga soal ketupat yang selalu identik dengan Lebaran Idulfitri.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Ada beberapa hal yang identik Lebaran, satu di antaranya adalah ketupat. Beragam pertanyaan pun muncul: mengapa ketupa identik dengan Lebaran idulfitri?
Di beberapa rumah saat lebaran, ketupat adalah menu andalan. Ia, biasanya, dihidangkan dengan opor ayam dan sayur pepaya muda.
Menurut Sunan Bonang, ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan singkatan dari laku sing papat. Bahasa Jawa sering memberi makna sebuah benda dari pemanjangan kata benda itu.
Misalnya piring yang artinya sepi yen miring, alias diam jika miring atau sedang tidak digunakan. Ya, piring baru "berbunyi" saat telentang karena aktivitas sendok dan garpu di atasnya.
Laku sing papat bisa dijabarkan sebagai empat keadaan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada orang yang berpuasa dengan keikhlasan dan kesungguhan. Empat keadaan itu adalah lebar, lebur, luber, dan labur.
Lebar berarti telah menyelesaikan puasanya dengan melegakan.Lebur berarti terhapus semua dosa yang dilakukan di masa lalu.
Luber berarti melimpah ruah pahala amal-amalnya. Labur berarti bersih dirinya dan cerah-bercahaya wajah dan hatinya.
Makna dari laku papat tadi masih dipertajam dengan janur yang menjadi bungkus dari kupat. Janur mempunyai makna atau simbol sebagai sejatining nur. Cahaya yang sejati.
Jadi, semua anugerah bisa menjadi labur, bercahaya wajah dan hatinya, karena mendapat limpahan cahaya yang sejati dari Tuhan.
Sementara menurutKepala Pusat Unggulan Iptek Javanologi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Sahid Teguh Widodo, kebudayaan Jawa sarat akan berbagai simbol. Salah satu di antara simbol-simbol tersebut adalah kehadiran ketupat atau kupat dan lepet ketika hari raya Idul Fitri.
"Kalau kupat sendiri itu kereta basa (bakronim) dari ngaku lepat (mengaku salah)," kata Sahid kepada Kompas.com, Selasa (18/4). "Sementara lepet itu mengendalikan hawa nafsu, artinya kita setelah ngaku lepat, harus berbuat baik."
Ketupat sebagai bentuk komunikasi sosial Ia menjelaskan, ketupat juga merupakan bentuk komunikasi sosial untuk mengatasi persoalan-persoalan di lingkup keluarga atau tetangga. Sebab, orang Indonesia biasanya selalu berfikir lateral, yaitu menyelesaikan sesuatu dengan makan dan minum bersama.
"Salah satu yang masih kita temui hari ini ya tradisi ketupat tadi, apa pun masalahnya diselesaikan di atas meja sambil makan-makan dan memaafkan," jelas dia.
Menurutnya, simbol-simbol tersebut hadir sejak orang Jawa mengenal literasi Islam secara baik dari para wali dan saudagar Islam. Karena itu, beberapa ahli menganggap tradisi ketupat ini sudah ada sejak zaman Wali Songo yang hadir bersama wayang dan modifikasi-modifikasi kesenian lain. Tujuannya adalah untuk menyebarkan agama Islam di Jawa.
Dalam masyarakat Jawa, juga mengenal tradisi Lebaran Ketupat yang jatuh satu minggu setelah Idul Fitri (8 Syawal). Menurut Kompaspedia, tradisi Lebaran ketupat ini diselenggarakan setelah umat Islam menyelesaikan puasa Syawal selama 6 hari.
Dalam sejarahnya, Lebaran Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kali Jaga yang memperkenalkan dua istilah lebaran (bakda), yakni Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Pada hari itu, masyarakat Musim Jawa umumnya membuat ketupat. Setelahnya, ketupat akan diantarkan ke kerabat terdekat dan mereka yang lebih tua. Ini sebagai simbol kebersamaan dan lambang kasih sayang.
Begitulah alasan mengapa ketupat identik dengan lebaran Idulfitri.