TRIBUNNEWS.COM - Seorang pejabat senior dari kelompok Houthi, juga dikenal sebagai Ansar Allah Yaman, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang menanggapi laporan tentang penarikan pasukan Iran dari Yaman.
Laporan tersebut muncul di tengah serangan militer yang diluncurkan oleh Amerika Serikat terhadap kelompok Houthi.
Mengutip sebuah laporan dari The Telegraph, pada Kamis, 3 April 2025, dilaporkan bahwa Iran mulai menarik personel militernya dari Yaman.
Namun, pejabat Houthi membantah keberadaan pasukan Iran di wilayah tersebut.
"Masalahnya, tidak ada pasukan Iran di Yaman yang bisa ditarik," ujar pejabat tersebut.
"Jadi ini bukan sesuatu yang perlu dibantah, tapi cukup ditertawakan."
Serangan militer AS terhadap kelompok Houthi dimulai pada 15 Maret 2025, dan merupakan operasi militer paling intensif yang dilakukan sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Trump, yang berkomitmen untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah, mengancam balasan langsung terhadap Iran sambil mencoba untuk menghidupkan kembali negosiasi mengenai program nuklir Iran.
Pejabat Houthi juga mengomentari klaim Trump bahwa serangan AS telah menyebabkan kematian sejumlah pemimpin senior Houthi.
Moammar al-Eryani, mantan menteri informasi pemerintah Yaman yang digulingkan oleh Houthi, sebelumnya menyatakan bahwa hingga 70 anggota Houthi tewas dalam serangan tersebut.
Pejabat Houthi menekankan bahwa sejak awal eskalasi serangan AS, mereka sudah memiliki informasi yang cukup mengenai target-target yang diserang.
"Kami telah mengambil semua langkah pencegahan untuk menghindari dampak buruk apa pun, dan dengan rahmat Allah, kami berhasil melakukannya," ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa mereka menganggap agresi AS sebagai kegagalan, karena tidak mencapai tujuan apa pun kecuali menewaskan warga sipil.
Dalam konteks konflik yang lebih luas, Houthi sebelumnya meluncurkan serangan terhadap Israel dan lalu lintas maritim di Laut Merah.
Setelah tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza pada Januari, Houthi sempat menghentikan serangannya.
Namun, serangan dilanjutkan ketika Israel dianggap melanggar kesepakatan tersebut.
"Operasi militer kami terus berjalan dan tidak pernah berhenti. Kami tidak mengizinkan kapal Israel melintasi wilayah kami sejak kami mengumumkan larangan tersebut sebagai respons terhadap penolakan Israel atas kesepakatan di Gaza," jelas pejabat Houthi.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).