Di Lamongan, Perempuan yang Melamar Laki-laki, Dikenal sebagai Tradisi Ganjuran
Moh. Habib Asyhad April 06, 2025 01:34 PM

Di Lamongan perempuan yang melamar laki-laki. Dikenal sebagai tradisi ganjuran. Selain sebagai kearifan lokal, ternyata ada maksud di balik itu.

Intisari-Online.com -Hampir di sebagian besar wilayah Indonesia, terkait tradisi pernikahan, laki-laki yang melamar perempuan. Tapi di Lamongan berbeda.

Di Kabupaten yang terkenal dengan sotonya yang lezat itu, perempuan yang melamar laki-laki. Tradisi ini dikenal sebagai tradisi ganjuran.

Sebagaimana pernah ditulis Intisari Online,tradisi ini sudah ada sejak zaman Raden Panji Puspokusumo, penguasa Lamongan pada 1640-166512. Raden Panji sendiri disebut merupakan keturunan ke-14 Prabu Hayam Wuruk, raja Majapahit.

Panji Puspokusumo punya dua putra tampan,Raden Panji Laras dan Raden Panji Liris. Mereka berdua ternyata punya hobi yang sama, menyabung ayam.

Pada suatu ketika, mereka mengikutisabung ayam di daerah Wirosobo, sekarang dikenal sebagai Kertosono, Kabupaten Nganjuk. Ketampanan Panji Laras dan Panji Liris ternyata membius dua putri kembar raja Wirosobo, yakni Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi.

Mereka langsung jatuh cinta kepada dua pemuda asal Lamongan tersebut. Karena desakan dua putri itu, sang ayah, Raja Wirosobo akhirnyamelamar Panji Laras dan Panji Liris.

Walaupun itu melanggar norma yang biasanya terjadi ketika itu: pria yang melawar wanita.

TernyataPanji Puspokusumo tak serta merta menerima lamaran tersebut. Dia terlebih dahulu bertanya kepada kedua putranya, yang ternyata menolak dan masih ingin membujang.

Panji Puspokusumo lalu memberi syarat yang berat dan dianggap susah dipenuhi supaya lamaran gagal. Dia meminta supaya Andanwangi dan Andasari membawa sendiri dua gentong dan dua kipas batu dari Wirosobo.

Dengan melewati Kali Lamong, syarat itu pun dipenuhi keduanya. Tapi sebelum menyeberang ke Kali Lamongan, Panji Laras dan Panji Liris ternyata sempat curi-curi kesempatan melihat kecantikan calon istri mereka itu.

Tapi setelah menyeberang ke tengah kain dari Andanwangi dan Andansari tersingkap dan terlihat bulu di kakinya sehingga Panji Laras dan Liris tidak jadi menerima malah justru melarikan diri dengan menunggangi kuda.

Setelah melihat hal itu, Panji Laras dan Panji Liris lari sehingga Andanwangi dan Andansari merasa kecewa dan melaporkan ke ayahnya dan terjadilah peperangan tersebut. Sejak saat itulah tradisi perempuan melamar laki-laki mulai diberlakukan.

Budaya itu kemudian dilestarikan sebagai budaya leluhur yang masih terjaga hingga kini.


Dalam tulisan Mar'atul Makhmudah yang berjudul "Adat Perempuan Lamar Laki-laki di Lamongan" yang tayang di Lecture.ub.ac.id, tradisi lamaran di Lamongan ini melambangkan keinginan keluarga perempuan membawa pria yang dilamar untuk ikut keluarga perempuan dan menjadi "milik" mereka.

Mar'atul juga menyebut tahapan-tahapan dalam tradisi ganjuran, tradisi perempuan melamar laki-laki di Lamongan.

1. Menentukan calon

Indikator umum yang dipakai masyarakat Lamongan dalam memilih calon menantu adalah agamis. Termasuk apakah si calon pernah belajar di pesantren atau tidak.

Ini berlaku pada perjodohan yang tidak saling kenal, sedangkan jika saling kenal pertimbangannya akan lebih jelas. Apalagi di masa kini yang sudah mengenal tradisi pacaran, sehingga penentuan calon menantunya bisa lebih fleksibel.

2. Njaluk

Njaluk artinya meminta, dimaksudkan sebagai meminta persetujuan untuk menjadikan anak keluarga yang didatangi sebagai menantu. Pada tahap ini, keluar yang njaluk akan membawa gawan atau oleh-oleh berupa gula dan kopi mentah, yang diibaratkan sebagai mempersiapkan pagi hari di mana orang lamongan biasa minum kopi di pagi hari sebelum berangkat ke sawah atau tambak.

Jika keluarga yang dijaluk setuju, mereka akan membalas dengan kunjungan balik pada keluarga yang njaluk sembari membawa gawan yang tidak ditentukan jenisnya, sembari menentukan hari lamaran. Pun begitu jika menolak, keluarga yang dijaluk tetap akan datang ke keluarga yang njaluk untuk menjelaskan penolakannya, sembari membawa gawan yang mirip dengan yang dibawa keluarga yang njaluk.

3. Lamaran

Yang njaluk tidak otomatis yang akan melamar. Meski begitu, keluarga pihak perempuan akan berusaha keras supaya mereka yang melamar (dengan alasan yang sudah diutarakan di awal).

Gawan yang dibawa saat lamaran adalahtetel alias gemblong, makanan yang terbuat dari beras ketan yang tanak seperti menanak nasi kemudian dicampur kelapa parut dan di tumbuk sampai halus dalam wadah khusus yang disebut lumpang.

Tetel adalah perlambang supaya perkawinannya kelak seperti tetel yang lengket dan bercampur secara baik seperti ketan dan kelapa yang tidak lagi berupa ketan dan kelapa serta berasa sangat gurih. Gawan lain yang lumrah dibawa adalah gula, kopi bubuk, dan pisang. Bisa juga ditambah yang lainnya. Kopi di sini sudah dalam bentuk siap pakai menandakan hubungan perbesanan yang hendak dijalin dalam tahap yang hampir pasti jadi dilangsungkan.

4. Milih dino

Milih Dino alias memilih hari, biasanya dilakukan di hari khusus, terutama mereka yang masih percaya dengan weton.

Gawan pada tahap ini adalah makanan lengkap yakni nasi, lauk, sayur, dan buah serta jajanan lainnya. Biasanya dalam jumlah banyak sebab akan di bagikan pada kerabat dekat dan tetangga pihak yang dilamar.

5. Perkawinan

Perkawinan dilangsungkan sebagiamana perkawinan Jawa pada umumnya.

Begitulah tradisi ganjuran, tradisi perempuan melamar laki-laki khas Lamongan. Meski begitu, seiring waktu tradisi itu semakin fleksibel. Terlebih karena semakin banyak orang Lamongan yang mendapakan jodoh dari luar Lamongan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.