TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah libur Ramadan dan Lebaran, kita kembali merenungkan makna dan dampak bulan suci ini, terutama dalam konteks ekonomi syariah. Ramadan bukan hanya menjadi waktu untuk beribadah, tetapi juga menjadi momentum bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dalam sejarah, bulan Ramadan telah membawa keberkahan bagi usaha, baik pada masa Rasulullah SAW maupun di berbagai periode lainnya.
Pada masa Rasulullah, kegiatan ekonomi berlangsung dengan prinsip keadilan dan transparansi. Beliau mendorong praktik perdagangan yang tidak hanya menguntungkan secara materi tetapi juga memberikan keberkahan spiritual. Dalam hadis dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham“. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An Nasai no. 2527 dan Imam Ahmad 2: 379. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Pernyataan ini menunjukkan bahwa keberkahan dalam berbisnis tidak hanya diukur dari keuntungan finansial tetapi juga dari niat dan etika yang baik.
Selama bulan Ramadan, Rasulullah dan para sahabatnya aktif dalam berdagang. Mereka menjalankan bisnis dengan penuh integritas serta saling membantu satu sama lain. Banyak dari mereka berhasil meningkatkan pendapatan mereka melalui praktik bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini menunjukkan bahwa bulan suci ini adalah waktu yang tepat untuk memperkuat usaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Praktik ekonomi pada masa itu mencerminkan nilai-nilai Islam seperti kejujuran, saling menghormati antara penjual dan pembeli serta kepedulian terhadap sesama. Para pedagang tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dari setiap transaksi mereka. Dengan demikian, aktivitas ekonomi selama Ramadan bukan sekadar mencari laba semata, melainkan sebagai sarana untuk berbagi rezeki kepada orang-orang kurang mampu.
Bulan Ramadan di Indonesia selalu menjadi waktu yang dinanti-nanti oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menargetkan bahwa selama Ramadan 2025 total transaksi ritel di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 75 triliun dengan sektor makanan dan minuman sebagai yang paling dominan. Antusiasme masyarakat dalam memenuhi kebutuhan selama bulan suci ini menunjukkan betapa pentingnya peran UMKM dalam memenuhi permintaan tersebut.
Di Kepulauan Riau, salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki populasi mayoritas Muslim, UMKM dapat berkontribusi signifikan dengan menyediakan berbagai produk halal yang dibutuhkan masyarakat selama Ramadan. Mereka menawarkan mulai dari makanan khas hingga perlengkapan ibadah. Dukungan dari pemerintah dan lembaga keuangan syariah memungkinkan UMKM di daerah ini untuk berkembang lebih baik dan bersaing secara efektif.
Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah penyelenggaraan acara KURMA (Kepulauan Riau Ramadan Fair), yang berfungsi sebagai ajang promosi bagi produk-produk halal dari UMKM serta edukasi ekonomi syariah melalui berbagai kegiatan seperti seminar dan fashion show. Menurut laporan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau (KPw BI Kepri), total transaksi penjualan UMKM pada KURMA 2025 mencapai Rp 2,3 miliar atau meningkat sebesar 100% dibandingkan tahun sebelumnya. Kepala KPw BI Kepri, Rony Widijarto, menyatakan bahwa lonjakan ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi syariah yang positif di daerah tersebut.
Seiring dengan perkembangan teknologi, belanja online semakin menjadi pilihan utama masyarakat, terutama selama bulan Ramadan. Data terbaru menunjukkan bahwa e-commerce mengalami lonjakan signifikan saat memasuki bulan suci ini, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memproyeksikan peningkatan transaksi e-commerce sebesar 15%-20% dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman berbelanja secara daring, terutama untuk produk-produk yang berkaitan dengan kebutuhan Ramadan.
Oleh karena itu, pelaku UMKM di Kepulauan Riau perlu memanfaatkan peluang ini dengan beradaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen. Dengan memanfaatkan platform e-commerce, mereka dapat menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan penjualan. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa produk yang ditawarkan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga dapat menarik minat konsumen yang mengutamakan produk halal.
Dalam menghadapi perubahan perilaku belanja masyarakat, pelaku UMKM harus berani berinovasi dan beradaptasi. Penggunaan teknologi digital dalam pemasaran dan penjualan produk menjadi sangat penting. Pelaku UMKM perlu memanfaatkan media sosial dan platform e-commerce untuk mempromosikan produk mereka, serta memberikan kemudahan bagi konsumen dalam bertransaksi.
Selain itu, pelaku UMKM juga harus memperhatikan kualitas produk dan layanan yang diberikan. Dengan memberikan pengalaman berbelanja yang baik, konsumen akan lebih loyal dan cenderung untuk kembali berbelanja. Ini adalah langkah penting dalam membangun reputasi dan keberlanjutan usaha.
Oleh karena itu, sudah saatnya pelaku UMKM beradaptasi dengan perubahan perilaku belanja masyarakat dan memanfaatkan teknologi untuk memperkuat posisi mereka dalam ekosistem ekonomi syariah. Dengan demikian, keberkahan Ramadan tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh seluruh masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
***
Oleh: Devid Saputra, Dosen UIN Raden Intan Lampung.