WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Universitas Brawijaya akan menggelar Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) pada 23 April 2025.
UTBK SNBT akan diselenggarakan di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB).
Ujian tersebut diikuti oleh sebanyak 16 peserta difabel.
Sekretaris Direktorat Administrasi dan Layanan Akademik Arif Hidayat, S.Kom., M.M. mengatakan bahwa UB jadi salah satu perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai penyelenggara UTBK yang menerima peserta difabel.
"Kita menyiapkan satu ruangan bagi peserta difabel di Ruang Lab 1 gedung FISIP. Ada beberapa jenis peserta difabel yang akan mengikuti UTBK di UB, yaitu penyandang disabilitas daksa, penyandang disabilitas rungu, dan penyandang disabilitas netra," kata Arif dari rilis UB.
Arif mengucapkan bahwa untuk para penyandang disabilitas netra berada di sesi 3 UTBK.
Sedangkan untuk difabel lain, yaitu penyandang disabilitas rungu dan penyandang disabilitas daksa dibedakan beberapa sesi.
"Khusus penyandang disabilitas netra karena perlu peralatan khusus hanya di sesi 3 saja," ucap Arif.
"Sementara untuk difabel lain tidak memerlukan peralatan khusus hanya diperlukan akses menuju ruangan yang ramah difabel," terang Arif.
Menurut Arief, untuk kegiatan pelaksanaan UTBK juga menerjunkan pengawas ujian yang mempunyai keterampilan pendampingan dari tim Subdirektorat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif Universitas Brawijaya (SLDPI).
Sementara itu, Ketua SLDPI UB Zubaidah Ningsih AS., Ph.D menjelaskan bentuk pendampingan yang akan dilakukan adalah kerjasama antara unit kami SLDPI dengan tim petugas lapang di lokasi masing calon mahasiswa
"Pendampingan dilakukan dengan pemetaan akomodasi yang dibutuhkan, misal untuk disabilitas netra, apakah low vision ataukah netra total. Kalau low vision, perlu dibantu pengaturan tampilan di komputer supaya lebih jelas terlihat," kata Zubaidah.
Misal menggunakan font lebih besar, background gelap tulisan terang.
"Kalau disabilitas netra total, bisa dibantu dengan memastikan apakah materi ujian bisa terbaca dengan screen reader atau tidak sehingga peserta bisa memahami dan memberikan jawaban," jelas Zubaidah.
Untuk disabilitas daksa, akan dibantu mobilitas menuju dan dari lokasi ujian, lalu jika diperlukan untuk teknis pengerjaan soal misal untuk duduk.
Sedangkan, penyandang disabilitas rungu biasanya bisa lebih mandiri mengerjakan soal, tetapi perlu dibantu untuk memahami aba-aba dari pengawas untuk mendapatkan informasi berbasis suara seperti peringatan waktu tersisa.
Dosen FMIPA tersebut menambahkan, pendamping sifatnya hanya membantu teknis pelaksanaan ujian.
"Tapi tidak mengintervensi apapun di pengerjaan soal, calon mahasiswa mandiri dalam merumuskan jawaban soal," ujar Zubaidah. (*)