Pakar Hukum Tata Negara Sebut KPK Tak Perlu Masuk Kepengurusan Danantara untuk Pengawasan
Theresia Felisiani April 10, 2025 01:37 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu masuk ke dalam kepengurusan tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Zainal menilai, masuknya KPK ke dalam lembaga tersebut menimbulkan konflik kepentingan. 

Sebab, menurutnya, lembaga antirasuah itu harus mandiri atau dalam kata lain tidak terafiliasi dengan pihak manapun.

"Dan kalau KPK ada di situ (BPI Danantara), bagaimana kalau ada kasus korupsi yang berkaitan dengan kelembagaan itu. Itu sebabnya mandiri itu salah satunya dia tidak terafiliasi kemanapun. Itu prasyarat untuk mandiri," kata Zainal, saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (10/4/2025).

"Makanya menjadi mengherankan kalau kemudian dia (KPK) masuk dalam kepengurusan," tambahnya.

Apalagi, dalam pelibatannya di dalam kepengurusan Danantara, KPK ditempatkan sebagai pengawas.

Ia mempertanyakan alasan pelibatan Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam kepengurusan Danantara ini, apakah Setyo sebagai individu atau Setyo dalam kapasitasnya sebagai pimpinan KPK.

Meski demikian, Zainal menegaskan, kedua alasan tersebut tetap salah. Pasalnya, menurut Zainal, tanpa harus masuk ke dalam kepengurusan Danantara, sejatinya KPK merupakan lembaga yang berfungsi dalam hal pengawasan korupsi.

"Karena dua-duanya konsekuensinya besar. Setyo sebagai person juga salah karena KPK tidak boleh rangkap jabatan," katanya.

"Jadi ide itu sebenarnya konyol. Tanpa memasukkan KPK sebagai pengawas, sebenarnya KPK bertugas mengawasi. Kan tidak perlu memasukkan KPK," ucap Zainal.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak akan ada konflik kepentingan meskipun mereka terlibat dalam tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa KPK akan tetap menjaga objektivitas dalam setiap keputusan yang diambil.

"KPK menegaskan bahwa tidak akan ada konflik kepentingan dalam kepengurusan KPK di Danantara. KPK yang terlibat dalam komite pengawasan dan akuntabilitas Danantara akan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak mempengaruhi objektivitas KPK dalam menjalankan tugasnya," kata Tessa dalam keterangannya, Senin (7/4/2025).

Menurutnya, meskipun KPK menjadi bagian dari pengawasan Danantara, lembaga antikorupsi ini tetap berkomitmen untuk bertindak profesional dan transparan, terutama jika terjadi permasalahan hukum.

Tessa juga menjelaskan bahwa penunjukan KPK dalam struktur Danantara adalah untuk lembaga, bukan individu, sehingga keputusan yang diambil selalu berdasarkan pertimbangan organisasi.

"Penunjukan KPK sebagai salah satu tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara tersebut adalah kepada KPK sebagai institusi, bukan merujuk kepada kapasitas personal, dalam hal ini Ketua KPK Setyo Budiyanto," katanya.

Meskipun banyak yang mengkritik langkah ini, termasuk peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, yang berpendapat bahwa KPK seharusnya tetap berada di luar struktur Danantara untuk menjaga independensi, Tessa menegaskan bahwa KPK tetap akan menjaga standar tata kelola yang baik dan mengedepankan akuntabilitas.

Dengan bergabung dalam Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, KPK berharap dapat berkolaborasi dengan lembaga-lembaga penting lainnya, seperti PPATK, BPK, BPKP, Polri, dan Kejaksaan Agung, untuk meningkatkan pengawasan terhadap BPI Danantara secara profesional.

"KPK akan terus mengevaluasi efektivitas keterlibatan KPK, untuk langkah-langkah perbaikan selanjutnya," kata Tessa.

Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025.

Danantara bertugas mengelola dividen BUMN dan langsung bertanggung jawab kepada presiden. Badan ini memiliki Komite Pengawasan dan Akuntabilitas yang terdiri dari berbagai lembaga penting, termasuk KPK, PPATK, BPKP, BPK, Kapolri, dan Kejaksaan Agung.

Namun, keputusan memasukkan KPK dalam kepengurusan Danantara mendapat kritik dari Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada. Zaenur berpendapat bahwa KPK seharusnya tetap berada di luar struktur Danantara sebagai lembaga independen untuk menghindari potensi konflik kepentingan.

Dia mengkhawatirkan, jika terjadi kasus korupsi, keberadaan KPK dalam struktur Danantara akan menambah masalah baru.
 
"Kalau suatu saat terjadi tindak pidana korupsi, padahal dia menjadi bagian dari Danantara itu sendiri, mau bagaimana? Itu potensi kepentingan yang sangat jelas," kata Zaenur.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.