TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Arab Saudi, Pangeran Khalid bin Salman, melakukan kunjungan bersejarah ke Teheran pada Kamis (17/4/2025).
Dalam kunjungan ini, Pangeran Khalid bertemu Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei serta Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Kunjungan ini, hanya beberapa hari sebelum dimulainya putaran kedua perundingan antara Amerika Serikat dan Iran mengenai program nuklir Iran.
Dalam pertemuan tersebut, Pangeran Khalid menyampaikan, surat pribadi dari Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz kepada Khamenei.
Ia juga membawa salam dari Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Saudi, Mohammed bin Salman, disertai harapan untuk kemajuan dan kemakmuran bagi pemerintah serta rakyat Iran.
Pertemuan ini berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas potensi konflik di kawasan Timur Tengah.
Hal ini seiring dengan pernyataan keras Presiden AS Donald Trump yang berulang kali mengancam akan mengambil tindakan militer terhadap Iran jika negosiasi nuklir gagal.
Kunjungan Pangeran Khalid menandai momen penting dalam hubungan diplomatik kedua negara.
Ini adalah kunjungan pertama menteri pertahanan Saudi ke Iran sejak mendiang Pangeran Sultan berkunjung pada Mei 1999.
Terlebih lagi, ini merupakan pertama kalinya Ayatollah Khamenei menerima pejabat Saudi sejak kunjungan Menteri Luar Negeri Pangeran Saud Al-Faisal pada 2006.
Menurut kantor berita Iran, IRNA, Khamenei menyambut baik upaya mempererat hubungan antara kedua negara.
Ia menjelaskan bahwa pertemuan ini akan menjadi awal hubungan yang menguntungkan kedua pihak.
“Kami percaya bahwa hubungan antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi akan bermanfaat bagi kedua negara, dan kedua negara dapat saling melengkapi,” ujar Khamenei, dikutip dari Saudi Gazette.
Ia menekankan, pentingnya kerja sama regional tanpa ketergantungan pada pihak luar.
“Jauh lebih baik bagi saudara-saudara di kawasan untuk bekerja sama dan saling membantu daripada bergantung pada yang lain," tambahnya.
Pertemuan tersebut, dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi Iran lainnya, termasuk Kepala Staf Umum Saudi Jenderal Fayyad Al-Ruwaili, Penasihat di Istana Kerajaan Khalid Hadrawi, dan Direktur Jenderal Kantor Menteri Pertahanan Hisham bin Abdulaziz bin Saif.
Di pihak Iran, pertemuan itu dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mayjen Mohammad Bagheri, Direktur Kantor Pemimpin Tertinggi Mohammad Mohammadi Golpayegani, Menteri Pertahanan dan Logistik Angkatan Bersenjata Brigjen Aziz Nasirzadeh, dan sejumlah pejabat senior.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas berbagai isu bilateral dan regional.
Selain itu, Pangeran Khalid juga bertemu Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Akbar Ahmadian, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mayjen Mohammad Bagheri.
Pezeshkian menekankan, Iran dan Arab Saudi memiliki kapasitas bersama yang besar untuk menyelesaikan masalah kawasan tanpa perlu intervensi asing.
“Iran dan Arab Saudi dapat menyelesaikan banyak masalah di kawasan itu dengan mengandalkan kapasitas bersama mereka dan tanpa perlu campur tangan asing,” kata Pezeshkian.
Kunjungan Pangeran Khalid dilakukan menjelang pertemuan penting antara delegasi Iran dan AS di Roma yang dijadwalkan berlangsung pada hari Sabtu (19/4/2025).
Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari dialog tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, keluar dari perjanjian nuklir penting (JCPOA) pada 2018.
Arab Saudi menyambut baik proses diplomatik tersebut dan melihat perundingan sebagai jalan untuk meredakan ketegangan serta mendukung stabilitas kawasan.
Analis politik Iran, Hamidreza Gholamzadeh, mengatakan bahwa tujuan utama kunjungan Menteri Pertahanan Saudi kemungkinan adalah untuk menyampaikan kekhawatiran Riyadh terhadap potensi serangan militer ke Iran, sekaligus menunjukkan keinginan memperkuat hubungan bilateral, dikutip dari Al Jazeera.
Sementara itu, hubungan antara Iran dan Arab Saudi menunjukkan tanda-tanda membaik sejak kesepakatan penting yang ditandatangani di Beijing pada 2023.
Perjanjian yang dimediasi oleh China tersebut, mengakhiri periode panjang permusuhan terbuka antara dua kekuatan utama di Timur Tengah yang sebelumnya turut memperburuk konflik di kawasan seperti Yaman dan Suriah.
(Farrah)