TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa keputusan Presiden Donald Trump yang mendadak membatalkan tarif impor merupakan bagian dari “seni bernegosiasi.”
Pernyataan itu merujuk pada buku The Art of the Deal (Seni Bertransaksi) yang ditulis Trump pada tahun 1987.
“Banyak dari Anda di media jelas tidak memahami The Art of the Deal,” kata Leavitt kepada wartawan saat konferensi pers bersama Menteri Keuangan Scott Bessent di depan Gedung Putih, Rabu (9/4/2025), mengutip Newsweek.
Dalam bukunya, Trump menjelaskan strategi menggunakan tuntutan awal yang dilebih-lebihkan sebagai dasar untuk mencapai kompromi.
“Beberapa dari Anda mencoba mengatakan bahwa seluruh dunia sedang berpaling ke China, padahal kenyataannya justru sebaliknya.”
“Seluruh dunia sedang menghubungi Amerika Serikat, bukan China, karena mereka membutuhkan pasar kita, konsumen kita.”
“Dan mereka membutuhkan presiden ini di Ruang Oval untuk berbicara dengan mereka.”
Sebagai informasi, Trump secara tiba-tiba menangguhkan sebagian besar tarif timbal balik di atas 10 persen terhadap puluhan negara selama 90 hari, dengan pengecualian untuk China.
Pajak universal sebesar 10 persen kini diberlakukan di semua negara, kecuali China, begitu pula tarif sebesar 25 persen untuk semua aluminium, baja, dan mobil yang masuk ke AS.
Pihak Gedung Putih mengklaim bahwa langkah ini merupakan strategi negosiasi yang cerdik, bukan reaksi terhadap tekanan pasar atau ekonomi, seperti yang dikatakan sejumlah pengamat.
Namun, jeda tarif ini memicu perubahan tajam di pasar saham global, yang sebelumnya mengalami penurunan drastis.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa hampir 70 negara telah mencoba menegosiasikan pengurangan tarif impor mereka.
Kini, Bessent menyebut jumlah negara tersebut bertambah menjadi 75.
Tarif timbal balik yang tinggi, di atas 10 persen, mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025) dan sempat menyebabkan penurunan besar di pasar global, menimbulkan kerugian triliunan dolar akibat kekhawatiran terhadap dampaknya pada perdagangan internasional.
Sebelum Trump mengumumkan jeda 90 hari, pemerintah AS sebelumnya bersikeras bahwa tarif tidak akan ditunda dan akan digunakan sebagai alat negosiasi.
Pada Minggu (6/4/2025), Menteri Perdagangan Howard Lutnick menyatakan kepada CBS News:
“Tidak akan ada penundaan. Tarif akan tetap diberlakukan selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Itu sudah pasti,” kata Lutnick kepada wartawan.
Namun kini, Lutnick menyangkal bahwa jeda tarif diberlakukan karena tekanan dari pasar.
“Tidak. Saya dengan yakin bisa mengatakan, tidak."
“Donald Trump bertanggung jawab penuh atas kebijakan dan arah ini.”
“Ia adalah negosiator ulung, dan orang yang paling memahami strategi ini—semua ini merupakan bagian dari tujuan dan rencananya yang sedang dijalankan.”
Meski begitu, Trump mengisyaratkan bahwa ia mengikuti perkembangan pasar dengan cermat sebelum mengambil keputusan.
“Saya pikir, di pasar keuangan, pergerakan pasar sangat dinamis. Lihat seberapa besar perubahannya hari ini,” kata Trump saat menghadiri acara bersama para juara balap mobil di luar Gedung Putih.
“Kita beralih dari, eh, kondisi yang cukup moderat hari ini. Tapi selama beberapa hari terakhir, kondisinya cukup suram, sampai-sampai mereka menyebut ini sebagai salah satu hari terpenting dalam sejarah keuangan.”
“Saya memantau pasar obligasi. Pasar obligasi itu kompleks, dan saya mengamatinya,” ujarnya saat menjawab pertanyaan wartawan tentang apakah aksi jual obligasi pemerintah AS menjadi pemicu keputusan tersebut.
“Tapi jika Anda melihat sekarang, itu luar biasa. Pasar obligasi saat ini terlihat sangat indah.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)