KH Husin Naparin Lc MA
Ketua MUI Provinsi Kalsel
BANJARMASINPOST.CO.ID - MUHAMMAD SAW diakui adalah pemimpin idola dan diidolakan. Beliau mengarungi kehidupan yang tidak mulus menyenangkan, hanya tinggal di rumah sangat sederhana di samping masjid Nabawi di Kota Yatsrib yang dijuluki dengan al Madinah al Munawwarah (kota yang cemerlang).
Abu Hurairah RA seorang sahabat menyediakan diri sebagai pembantu Rasulullah menceritakan bahwa dirinya bersama Rasulullah sering harus mengikatkan batu ke perut menahan lapar dan berjalan harus terseok-seok seperti hendak menyentuh tanah akibat lapar.
Di emper-emper Masjid Nabawi tinggal sejumlah sahabat yang datang hijrah ke Madinah. Mereka miskin karena tidak bisa membawa harta benda milik mereka ketika hijrah, tetapi kaya budi.
Mereka tidur di atas bangku tanpa alas berbantalkan shuffah atau pelana; sehingga dijuluki ahlus suffah. Mereka beribadah dan hidup seadanya karena merasa sudah cukup hidup berdampingan dengan baginda Rasul.
Pada suatu hari kepada Rasulullah SAW dihadiahkan satu bejana susu. Melihat hal itu lalu Rasulullah SAW berkata:“Wahai Abu Hurairah, panggil ahlus suffah, mereka adalah tamu-tamu Islam yang tidak mempunyai apa-apa, tidak punya tempat tinggal dan tidak punya harta, bahkan tidak memiliki siapa-siapa. Mereka berhak minum susu ini untuk menguatkan badan”.
Setelah dipanggil oleh Abu Hurairah RA, ahlus suffah pun berkumpul dan kepada mereka disuguhkan susu hadiah orang itu tadi. Mereka minum satu per satu sepuasnya. Setelah semua mendapat bagian, susu tersisa hanya sedikit lagi.
Rasul pun berkata : “Abu Hurairah, susu ini hanya untuk kita berdua, aku dan engkau. Minumlah olehmu lebih dahulu”. Abu Hurairah RA menolak, tetapi Rasul SAW tetap menyuruhnya. Abu Hurairah pun meminumnya; kemudian sisanya baru diminum oleh baginda Rasul. (Lihat Al Bukhari No. 6452, Fath al Bari 11/339)
Inilah Rasulullah SAW, ia hanya mengambil sisa dari umat yang dipimpinnya sebagai bagiannya dan bahkan sisa dari pembantunya. Inilah Rasulullah SAW yang menjadi pemimpin umat dimana dunia tunduk kepadanya.
Kurang dari seperempat abad Jazirah Arabia tunduk. Romawi di Barat dan Persia di Timur tunduk pada generasi sesudahnya. Miliaran mulut menyebut–nyebut namanya padahal ia sudah wafat ribuan tahun yang lalu. Baik orang beriman maupun tidak selalu menyebut-nyebut kebaikannya.
Dari riwayat ini dapat diambil pelajaran bahwa negeri kita dan negeri mana saja di bawah kolong langit baru akan baik jika mempunyai pemimpin dari tingkat paling atas sampai ke jajaran paling bawah yang mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi dan keluarganya.
Dan, negeri ini atau negeri manapun di muka planet bumi ini tidak akan baik jika memiliki pemimpin dari tingkat paling atas sampai kejajaran paling bawah- yang hanya mementingkan pribadi dan keluarganya daripada kepentingan umat.
Bangsa kita dan bangsa manapun di dunia ini akan hidup nyaman, jika memiliki pemimpin yang mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kepentingan umat; dan bahkan mengambil bagian setelah terpenuhi kebutuhan umat.
Sebaliknya, bangsa kita dan bangsa manapun dalam kehidupan ini, akan berjalan timpang jika para pemimpin (baik eksekutif maupun legislatif) menentukan kebijakan hanya menguntungkan pribadi dan keluarganya; dan bahkan mengambil lebih dahulu daging empuknya dari proyek yang ada, dan membiarkan umat yang dipimpinnya mengais tulang-belulangnya.
Untuk itu, kita semua harus jeli memilih pemimpin diantara yang ada, disamping berdoa: “Allahumma walli alainaa khiyaaranaa, walaa tawalli ‘alainaa syiraaranaa”, artinya: “Ya Allah, berilah kami pemimpin orang yang terbaik diantara kami, dan jangan Engkau jadikan orang yang jahat menjadi pemimpin kami”. (*)