Kuasa Hukum Tersangka Klaim Kasus Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien Bisa Diselesaikan secara Damai
GH News April 11, 2025 11:04 AM

Kuasa hukum tersangka dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang merudapaksa anak pasien, menyebut kliennya mengaku menyesal dan sudah minta maaf kepada keluarga korban.

Ferdy mengatakan, permintaan maaf itu disampaikan langsung kepada keluarga korban melalui perwakilan keluarga tersangka Priguna Anugerah Pratama (PAP).

Jadi, menurut Ferdy, masalah ini bisa diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan dan diadakan perdamaian.

"Dengan rasa menyesal, klien kami menitipkan pesan permohonan maaf ke korban, keluarga korban, dan seluruh masyarakat Indonesia sehubungan permasalahan ini."

"Kejadian ini akan menjadi pembelajaran berharga yang tak akan terulang lagi oleh klien kami di kemudian hari," katanya di Jalan Soekarno Hatta, Kamis (10/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

Ferdy pun menyebut kliennya bersedia bertanggung jawab di depan hukum dan akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.

Termasuk soal konsekuensi terburuk di dalam hubungan rumah tangganya.

Ferdy pun menjelaskan beberapa hal terkait kasus rudapaksa keluarga pasien tersebut.

"Kami ingin menegaskan pentingnya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Saat ini, kasus masih dalam tahap penyidikan dan klien kami berstatus tersangka."

"Kami berkomitmen untuk menjalankan tugas secara profesional dan akuntabel, dengan tetap mempertahankan hakhak tersangka sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana," katanya.

Kuasa hukum yang lain, Gumilang Gatot mengatakan bahwa sebenarnya kasus ini sudah ada perjanjian damai dengan pihak korban dan ditandatangani.

"Kejadian (perjanjian) ini sebelum adanya penangkapan (23 Maret 2025). Itu sudah dilakukan keluarga klien kami," katanya.

Pelaku Idap Sindrom Somnophilia

Pelaku yang merudapaksa anak pasien berinisial FH (21) disebutkan mengidap kelainan seksual.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Surawan menyebut tersangka Priguna Anugerah Pratama (PAP) itu memiliki kelainan senang atau suka terhadap orang yang tak sadarkan diri atau pingsan. 

Adapun, fetish pada orang pingsan ini dalam medis disebut Somnophilia atau juga dikenal dengan sindrom Sleeping Beauty.

Somnophilia adalah orientasi seksual yang langka, di mana seseorang merasa bergairah secara seksual pada orang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons. 

Sindrom tersebut juga termasuk dalam kelompok gangguan seksual yang disebut parafilia.

Seseorang yang mengidap Somnophilia ini disebutkan mencoba membuat orang lain tidak sadar.

Bisa dengan memberi obatobatan, kemudian dimanfaatkan secara seksual.

Surawan mengatakan, pelaku sebenarnya sudah menyadari jika mempunyai sensasi yang berbeda ketika melihat orang yang tidak sadarkan diri.

Pelaku, kata Surawan, bahkan juga sempat berkonsultasi ke psikolog karena hal tersebut.

"Si pelaku memang sudah menyadari jika dia mempunyai sensasi berbeda, yakni suka dengan orang yang pingsan."

"Bahkan, dia mengaku sempat konsultasi ke psikologi. Jadi, dia menyadari kelainan itu. Kalau keseharian dan pergaulannya normal," katanya di Polda Jabar, Kamis, dikutip dari TribunJabar.id.

Kronologi Peristiwa

Sebagai informasi, Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pelecehan seksual yang menimpa keluarga pasien di RSHS dan ditangkap di apartemennya di Bandung pada Minggu, 23 Maret 2025.

Dokter residen itu melakukan aksi bejatnya pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS atau di ruangan baru.

Saat itu, korban diketahui tengah menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah.

Surawan menegaskan, korban ini tak tahu tujuan dari pelaku namun dibawa ke ruangan yang baru di RSHS.

Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yakni kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

Priguna kemudian menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

Pelaku ini memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

"Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB."

"Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi," ujarnya, Rabu (9/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

Korban pun siuman beberapa jam kemudian dan mengaku merasa nyeri tidak hanya di bagian tangan bekas infus, tetapi juga di area kemaluan.

Karena hal tersebut, korban pun langsung menjalani visum dan hasilnya menunjukkan adanya cairan sperma di kemaluannya.

Berdasarkan hasil visum, kata Surawan, ditemukan sperma untuk diuji DNA dari alat vital korban serta alat kontrasepsi.

Surawan pun mengatakan kondisi korban saat ini membaik meski sedikit trauma.

Kasus ini pertama kali terungkap ke publik setelah diunggah akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

Atas perbuatannya itu, Priguna Anugerah Pratama dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

Dokter residen tersebut terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.