Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap 14 April diperingati Hari Penyakit Chagas Sedunia untuk meningkatkan kesadaran global terhadap penyakit Chagas.
Penyakit infeksi menular ini diketahui disebabkan oleh parasit Trypanosoma cruzi.
Peringatan ini penting karena penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi jantung.
Menurut Epidemiolog dan PhD Global Health Security, Dr. Dicky Budiman, penyakit Chagas ditularkan oleh serangga yang dikenal sebagai kissing bug atau Triatoma.
"Penularan terjadi ketika serangga menggigit dan meninggalkan kotorannya di kulit, lalu tanpa sadar seseorang menggaruknya dan parasit masuk ke dalam tubuh," ungkap Dicky dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews, Senin (14/5/2025).
Sayangnya, penyakit ini masuk dalam kategori neglected tropical diseases (NTDs) atau penyakit tropis terabaikan.
Hal ini dikarenakan Chagas sering luput dari perhatian. Padahal penyakit ini berdampak besar di banyak negara berkembang, terutama di Amerika Latin.
Menurut Dicky, Chagas bisa menyebabkan dua fase penyakit.
Pertama, fase akut. Biasanya muncul 1-2 minggu setelah infeksi. Tapi gejala yang ditimbulkan ringan seperti demam, kelelahan, dan pembengkakan di area gigitan.
Saking ringannya, Chagas sering kali tidak terdeteksi.
Kedua, fase kronis. Pada tahap ini, Chagas sangat berbahaya.
"Sekitar 30 persen penderita akan mengalami komplikasi serius dalam jangka panjang, terutama pada jantung dan sistem pencernaan," jelasnya.
Pada fase kronis, parasit dapat menyerang otot jantung dan menyebabkan kardiomiopati, yang ditandai dengan:
- Jantung membesar,
- Gangguan konduksi listrik jantung (aritmia),
- Gagal jantung,
- Risiko kematian mendadak.
Inilah sebabnya, Chagas disebut juga sebagai silent killer. Karena dapat tidak terdeteksi bertahun-tahun sampai akhirnya menyebabkan gangguan jantung berat.
Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung, gangguan irama jantung dan pelebaran esofagus atau usus besar.
Banyak pasien bahkan tidak sadar terinfeksi selama bertahun-tahun sampai muncul gejala kronis yang parah.
Apa Chagas terjadi juga di Indonesia?
Hingga saat ini, belum ditemukan kasus penularan lokal Chagas di Indonesia.
Ini karena vektor utama penyakit ini, yaitu serangga Triatominae, dan tidak hidup di wilayah Asia Tenggara.
Vektor penyakit adalah organisme hidup yang menularkan penyakit ke manusia atau hewan lain
Meski begitu, dalam era globalisasi dan migrasi manusia lintas negara, risiko penyakit ini tetap perlu diwaspadai.
Terutama untuk deteksi kasus infeksi yang terbawa oleh orang yang pernah tinggal di daerah endemis.
Oleh karena itu upaya pencegahan sudah seharusnya dilakukan di antaranya:
Pertama, pengendalian serangga vektor* melalui perbaikan rumah. Serangga ini senang bersembunyi di celah dinding atau atap jerami.
Kedua, penyemprotan insektisida di area endemis.
Ketiga, skrining darah dan organ donor, agar tidak terjadi penularan lewat transfusi atau transplantasi.
Keempat, edukasi masyarakat tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan identifikasi gejala dini.
"Untuk negara non-endemis seperti Indonesia, penting juga melakukan skrining pada pelaku perjalanan atau migran dari daerah Amerika Latin," tutup Dicky.