4 Hakim Tersangka Suap Vonis Lepas CPO, Mahfud MD: Peradilan Kita Sudah Busuk!
Whiesa Daniswara April 16, 2025 10:33 PM

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menganggap sistem peradilan di Tanah Air sangatlah buruk.

Mahfud mengatakan hal tersebut berkaca dari empat hakim yang ditetapkan menjadi tersangka dugaan suap vonis onslag atau lepas perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

"Kalau melihat seluruh rangkaian kejadian dalam beberapa waktu terakhir ini, memang nampaknya dunia peradilan kita itu kan saya minta maaf harus mengatakan, sudah sangat busuk," katanya dalam program Kompas Petang dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (16/4/2025).

Mahfud pun mengaku sudah bingung untuk membenahi sistem peradilan di Indonesia yang dianggapnya telah begitu korup.

Padahal, sistem peradilan saat ini adalah produk Reformasi dan diharapkan dapat menjadi cara untuk menegakkan hukum.

Mahfud lalu mengatakan kasus suap vonis onslag yang menjerat empat hakim menjadi contoh bahwa korupsi di Tanah Air telah dilakukan secara terang-terangan dan melibatkan banyak orang.

"Dan beberapa waktu terakhir ini, lalu kasus demi kasus bermunculan dan semakin sangat mengerikan karena permainannya itu melibatkan tidak hanya lagi perseorangan yang diam-diam tapi kalau kasus terakhir ini sudah melibatkan banyak orang di suatu instansi," tegasnya.

Mahfud juga menganggap bobroknya penegakan hukum di Indonesia tidak hanya akibat dari sistem peradilannya saja, tetapi hakim yang dianggapnya sudah tidak memiliki integritas.

Dia menegaskan jika hakim memiliki integritas, maka tidak mungkin ada empat 'wakil Tuhan' yang ditetapkan menjadi tersangka suap seperti dalam kasus dugaan suap vonis onslag dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO.

"Integritas hakimnya dari pimpinan sampai ke bawah. Kalau pimpinannya punya integritas, tidak akan pernah terjadi semacam ini," kata Mahfud.

Duduk Perkara Kasus Dugaan Suap Hakim dalam Vonis Lepas CPO

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim sebagai tersangka usai memberi vonis lepas terhadap terdakwa kasus korupsi CPO.

Ketiga hakim tersebut yaiut Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto.

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkapkan ketiga hakim itu bersekongkol dengan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; dua pengacara yaitu Marcella Santoso dan Ariyanto; serta panitera muda pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Qohar menuturkan kasus ini berawal saat pengacara terdakwa CPO bernama Ariyanto Bakri menghubungi Wahyu sebagai panitera muda agar mau mengurus perkara kliennya.

Lantas, Wahyu menyampaikan permintaan Ariyanto itu ke Nuryanta yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Adapun permintaan Ariyanto adalah agar terdakwa diputus onslag atau lepas.

Qohar mengatakan permintaan itu pun lantas disanggupi Nuryanta tetapi dengan syarat imbalan mencapai Rp60 miliar.

Uang tersebut digunakan untuk membayar tiga majelis hakim yang bakal mengadili perkara CPO tersebut.

"Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga (hakim), sehingga totalnya Rp60 miliar," jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (14/4/2025) dini hari.

Qohar mengatakan permintaan itu pun disetujui Nuryanta. Lantas, Nuryanta pun menunjuk tiga orang hakim untuk memimpin persidangan kasus tersebut.

Yakni, Djuyamto sebagai ketua majelis hakim dan Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtaro sebagai hakim anggota.

Kemudian, kata Qohar, ada penyerahan uang oleh Nuryanto dan lalu diberikan ke Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin senilai Rp4,5 miliar dalam bentuk pecahan dollar AS.

KASUS SUAP - Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam perkara suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Berikut alur penangkapan kasus yang dilakukan di sejumlah daerah dan barang bukti yang diamankan. TRIBUNNEWS/SRIHANDRIATMO MALAU/AKBAR PERMANA
KASUS SUAP - Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam perkara suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Berikut alur penangkapan kasus yang dilakukan di sejumlah daerah dan barang bukti yang diamankan. TRIBUNNEWS/SRIHANDRIATMO MALAU/AKBAR PERMANA (TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA)

Qohar mengatakan, uang tersebut diberikan sebagai upah pembacaan perkara.

"Setelah terbit penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggi DJU selaku ketua majelis, dan ASB selaku hakim anggota. Lalu, Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dollar yang bila dikurskan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar."

"Di mana uang itu diberikan sebagai uang membaca berkas perkara, dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi," jelas Qohar.

Setelah itu, ada lagi penyerahan uang tahap dua senilai Rp18 miliar dan diberikan ke Djuyamto agar diberikan ke dua hakim lainnya.

Adapun porsi pembagian uang tersebut yaitu Djuyamto senilai Rp6 miliar, Agam Syarif menerima Rp4,5 miliar, dan Ali Muhtaro menerima senilai Rp5 miliar.

Usai segala suap selesai dilakukan, Qohar menuturkan putusan onslag atau lepas pun terwujud.

Alhasil, seluruh terdakwa kasus CPO dijatuhi vonis lepas pada 19 Maret 2025 lalu.

Akibat perbuatannya, ketiga hakim dijerat Pasal 12 Huruf C Juncto Pasal 12 Huruf B Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(Yohanes Liestyo Poerwoto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.