Transfer Pricing: Jurus Halus Perusahaan Asing Hindari Pajak di Indonesia?
Amelinda Clarissa Goldwin April 22, 2025 01:20 PM
Pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara. Di Indonesia, kontribusi pajak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai lebih dari 80% dalam tiga tahun terakhir. Namun, ketika perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia menggunakan celah hukum untuk memindahkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak lebih rendah, maka penerimaan pajak dalam negeri bisa terkuras secara tidak langsung. Salah satu strategi yang digunakan adalah transfer pricing, yaitu penetapan harga dalam transaksi antar perusahaan afiliasi lintas negara. Isu ini bukan sekadar persoalan teknis akuntansi, tapi menyangkut keadilan fiskal dan kedaulatan ekonomi. Lalu, sejauh mana praktik ini berperan dalam penghindaran pajak? Apakah benar perusahaan asing menggunakan strategi ini untuk menghindar dari kewajiban pajak di Indonesia?
Apa Itu Transfer Pricing dan Mengapa Jadi Sorotan?
Transfer pricing adalah mekanisme penentuan harga dalam transaksi antar entitas yang memiliki hubungan khusus, biasanya dalam satu grup usaha multinasional. Misalnya, sebuah perusahaan manufaktur di Indonesia membeli bahan baku dari perusahaan afiliasi di Singapura dengan harga tertentu. Jika harga yang ditetapkan tidak wajar, maka laba yang seharusnya dikenakan pajak di Indonesia bisa dipindahkan ke yurisdiksi lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Praktik ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi beban pajaknya secara legal, namun tetap berdampak buruk terhadap penerimaan negara.
Dalam praktiknya, perusahaan asing menggunakan skema ini untuk "memindahkan" keuntungan melalui transaksi barang, jasa, atau hak kekayaan intelektual. Negara dengan tarif pajak rendah menjadi tujuan utama, karena beban fiskal lebih ringan dan penghasilan bersih meningkat. Pemerintah Indonesia telah mengatur hal ini melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2011, namun celah masih banyak dimanfaatkan. Itulah mengapa transfer pricing sering dikaitkan dengan tax avoidance, yaitu upaya legal namun agresif untuk mengurangi beban pajak.
Tunneling Incentive dan Transfer Pricing
Penelitian yang dilakukan oleh menganalisis 12 perusahaan manufaktur multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2019–2021. Penelitian ini menguji tiga variabel utama yang diduga memengaruhi keputusan perusahaan dalam menerapkan transfer pricing, yaitu tunneling incentive, bonus mechanism, dan debt covenant. Dari ketiga variabel tersebut, hanya tunneling incentive yang terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik transfer pricing.
Tunneling incentive merupakan kondisi ketika pemegang saham mayoritas menggunakan kekuasaannya untuk mengalihkan aset atau keuntungan perusahaan demi kepentingan pribadi, dengan cara yang tidak merugikan secara hukum, tetapi merugikan pemegang saham minoritas dan negara. Dalam konteks perusahaan multinasional, kontrol asing yang kuat menjadi salah satu pemicu dominasi dalam pengambilan keputusan keuangan, termasuk dalam penentuan harga transfer. Penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kepemilikan asing dominan cenderung lebih aktif melakukan praktik transfer pricing. Hal ini menguatkan teori agensi yang menyebutkan adanya konflik kepentingan antara pemegang kendali perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk negara.
Perbesar
ilustrasi kalkulator |sumber : pexels.com
Bonus dan Utang Tak Banyak Pengaruh
Menariknya, variabel bonus mechanism dan debt covenant tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap keputusan transfer pricing dalam penelitian ini. Bonus mechanism mengacu pada insentif finansial yang diterima oleh manajemen apabila target laba tercapai. Secara teori, manajer yang berorientasi pada bonus akan mencari cara untuk meningkatkan laba, termasuk dengan menurunkan beban pajak melalui transfer pricing. Namun, data empiris dari 12 perusahaan tersebut tidak mendukung asumsi ini. Hal serupa juga berlaku untuk debt covenant, yakni perjanjian yang mengatur kewajiban keuangan tertentu terhadap kreditor. Dugaan bahwa tekanan utang dapat mendorong manajemen menggunakan transfer pricing untuk memperbaiki rasio keuangan juga tidak terbukti dalam studi ini.
Apakah Transfer Pricing Mengarah pada Tax Avoidance?
Salah satu temuan yang paling mencolok dari riset ini adalah bahwa transfer pricing tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Ini mungkin terdengar mengejutkan, mengingat anggapan umum bahwa transfer pricing adalah salah satu alat utama dalam strategi tax avoidance. Penjelasannya bisa bermacam-macam. Pertama, pengawasan otoritas pajak terhadap transaksi afiliasi saat ini sudah lebih ketat, sehingga peluang manipulasi semakin terbatas. Kedua, sebagian besar transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dalam sampel penelitian lebih banyak melibatkan pihak ketiga dibandingkan dengan afiliasi. Dalam penelitian ini, transaksi afiliasi hanya mencakup sekitar 17% dari total transaksi.
Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan
Meski transfer pricing belum terbukti secara signifikan menyebabkan penghindaran pajak di Indonesia, bukan berarti praktik ini tidak berisiko. Tunneling incentive yang didorong oleh dominasi pemegang saham asing tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memperkuat kerangka regulasi yang mengatur transfer pricing, termasuk memperluas kewajiban dokumentasi transaksi afiliasi dan menerapkan pelaporan pajak lintas negara (country-by-country reporting).
Langkah lain yang bisa diambil adalah meningkatkan kapasitas audit dan penegakan hukum perpajakan, serta membangun sistem data lintas negara untuk mengidentifikasi pola transaksi yang mencurigakan. Transparansi dan kerja sama internasional dalam kerangka OECD BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) juga menjadi kunci untuk menjaga integritas sistem perpajakan nasional.
Dengan memperkuat regulasi dan pengawasan, Indonesia dapat memastikan bahwa strategi seperti transfer pricing tidak lagi menjadi "jurus halus" untuk menghindari pajak, melainkan tetap dalam jalur praktik bisnis yang adil dan bertanggung jawab.