TRIBUNNEWS.COM - Drone pengintai Israel kembali terlihat melintas di atas Beirut pada Rabu (23/4/2025) pagi.
Warga ibu kota Lebanon mengaku khawatir dengan potensi eskalasi lebih lanjut.
Menurut laporan yang dikutip dari Al Jazeera dan sejumlah media lokal, suara dengungan pesawat nirawak terdengar jelas di berbagai penjuru kota sejak dini hari.
Kehadiran drone Israel bukan hal baru bagi Beirut.
Dalam sepekan terakhir, pesawat tak berawak tersebut dilaporkan telah beberapa kali muncul di langit Lebanon, terutama di wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Israel.
Ketegangan meningkat setelah serangan drone Israel pada hari Selasa (22/4/2025) menewaskan seorang anggota kelompok Jamma Islamiya di daerah Baawerta, sekitar 20 kilometer selatan Beirut.
Korban diketahui merupakan bagian dari organisasi Sunni yang didirikan pada 1960-an sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin.
Serangan ini memperpanjang daftar serangan lintas batas yang terus menambah ketegangan antara Israel dan kelompok bersenjata di Lebanon, terutama sejak pecahnya konflik di Gaza pada akhir 2023.
Kehadiran drone yang terus-menerus di atas wilayah udara Lebanon telah menuai kecaman dari pemerintah Lebanon.
Hingga berita ini diturunkan, otoritas Israel belum memberikan pernyataan resmi terkait misi drone mereka di wilayah udara Beirut.
Di sisi lain, kelompok Houthi di Yaman mengklaim meluncurkan serangan terhadap wilayah Israel sebagai bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (23/4/2025), juru bicara Houthi menyatakan para pejuangnya menargetkan kota Haifa dan Jaffa menggunakan rudal balistik dan pesawat nirawak.
"Kami tidak akan mundur dari tugas kami untuk mendukung Palestina sampai agresi di Gaza berhenti dan pengepungan dicabut," ujar juru bicara tersebut.
Sebelumnya, sirene serangan udara sempat berbunyi di beberapa wilayah Israel akibat ancaman yang diduga datang dari arah Yaman, sebagaimana dilaporkan oleh media lokal dan dikonfirmasi oleh militer Israel.
Serangan ini menandai eskalasi lebih lanjut dalam konflik regional yang semakin meluas akibat perang Israel di Gaza.
Meski belum ada laporan resmi mengenai dampak atau korban dari serangan tersebut, insiden ini menunjukkan bahwa dukungan bersenjata terhadap Palestina kini melibatkan kelompok-kelompok di luar wilayah langsung konflik.
Kelompok Houthi, yang mendapat dukungan Iran, sebelumnya juga pernah meluncurkan serangan ke arah Israel dalam beberapa bulan terakhir sejak meletusnya perang di Gaza.
Jumlah korban jiwa akibat agresi Israel di Jalur Gaza terus meningkat tajam.
Menurut buletin harian yang dirilis Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu (23/4/2025), sedikitnya 51.305 orang telah tewas dan 117.096 lainnya terluka sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023.
Dalam 24 jam terakhir saja, sebanyak 39 jenazah dan 105 korban luka telah tiba di rumah sakit-rumah sakit di seluruh wilayah tersebut.
Kementerian juga melaporkan bahwa masih banyak korban yang tertimbun di bawah reruntuhan atau tergeletak di jalanan, namun belum dapat dijangkau oleh ambulans dan tim pertahanan sipil karena intensitas pengeboman yang terus berlangsung.
Sejak 18 Maret, saat Israel kembali melanjutkan serangannya ke wilayah Gaza dan melanggar gencatan senjata yang disepakati, sedikitnya 1.928 warga Palestina tewas.
Laporan ini disampaikan oleh media Al Jazeera dan outlet regional lainnya yang memantau perkembangan krisis kemanusiaan di Gaza.
Situasi di lapangan terus memburuk seiring meningkatnya serangan udara dan darat oleh militer Israel, sementara akses bantuan kemanusiaan tetap terbatas.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)