TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN - Perusakan hutan alam terjadi secara terang-terangan di Harangan Repa, Kelurahan Repa Sipolha, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun pada Rabu (23/4/2025).
Sekelompok orang yang tak bertanggung jawab diduga menjadi dalang di balik pembalakan liar yang kian mengkhawatirkan ini.
Warga Lingkungan IV Repa Sipolha menyuarakan keberatan mereka terhadap aktivitas ilegal tersebut.
Mereka khawatir hutan yang menjadi penyangga Danau Toba kini terancam hilang tanpa jejak dan menimbulkan ancaman bencana bagi penduduk asli Repa.
Marojahan Manik, salah satu warga Repa yang tinggal tepat di bawah lereng bukit Harangan Repa, mengaku diliputi rasa waswas.
“Yang saya takutkan ini, dampaknya bencana alam. Kami tinggal di bawah lereng ini. Ini sudah termasuk penggundulan habis,” ungkap Marojahan.
Ia menambahkan, perkampungan tempat mereka tinggal kini terancam bahaya besar akibat hilangnya vegetasi yang selama ini menjadi pelindung alami dari longsor dan banjir bandang.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh Topan Bakkara, warga lainnya, yang meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.
“Jangan ada yang bermain mata. Di sini sudah jelas kita lihat kerusakan yang terjadi secara kasat mata,” katanya.
Topan menegaskan bahwa warga akan mengawal kasus ini hingga benar-benar ditindaklanjuti secara hukum.
Menurutnya, kerusakan yang terjadi sudah masuk kategori berat karena melibatkan penggundulan secara masif.
Sementara itu, Ketua Hutan Kemasyarakatan (HKM) Lestari, Benson Marbun, menyampaikan bahwa aktivitas penebangan kurang lebih sudah berlangsung selama sepekan terakhir.
Menurut Benson, aksi penggundulan ini melibatkan sosok bernama Minton Damanik, yang dikenal dengan gelar adatnya Amani Parma Manik.
Meski sempat ada upaya pelarangan dari pihak Kehutanan, para pelaku tetap melanjutkan aksinya tanpa mengindahkan imbauan tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Yuliana Siregar saat dikonfirmasi mengatakan akan menindaklanjuti kasus ini.
Dia menyatakan bahwa kasus ini telah ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) II Pematang Siantar.
Sukendra Purba, Kepala UPT KPH II Pematang Siantar, menyampaikan komitmennya secara tegas, tidak akan mentolerir aktivitas ilegal tersebut.
“Terkait pembalakan atau perambahan di Harangan Repa, kami sudah melaksanakan patroli minggu lalu dan menyita chainsaw milik pelaku. Kami juga sudah membuat laporan polisi (LP) ke Polres Simalungun. Saat ini pelaku sedang dalam proses penyelidikan di sana,” ungkap Sukendra.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa pihaknya telah memetakan area hutan yang dirusak.
Proses identifikasi kawasan yang terdampak akan menjadi dasar dalam penindakan lanjutan, termasuk kemungkinan pengenaan sanksi pidana kepada para pelaku.
Namun, di balik janji penegakan hukum, keresahan warga tetap membara. Di lapangan, kerusakan telah terjadi.
"Pepohonan raksasa yang selama ini menjadi benteng alami kawasan Danau Toba kini hanya menyisakan tunggul-tunggul kering," tegas Marojahan kembali.
Ditambahkan Topa, masyarakat Repa kini menunggu, tidak sekadar janji, tapi aksi nyata.
Karena bagi mereka, ini bukan sekadar soal pohon yang tumbang ini tentang nyawa yang dipertaruhkan di lereng yang kini telanjang.
"Apa yang tersisa di Harangan Repa kini hanyalah luka terbuka, hutan alam yang dulunya rapat dan lebat kini terbaring gundul. Bukan hutan pinus buatan yang dibabat, melainkan hutan alam asli yang telah berusia puluhan bahkan ratusan tahun," jelasya.
Terpantau, pohon-pohon besar yang berdiri sebagai tiang penyangga ekosistem kini rata dengan tanah.
Setidaknya empat hektar lebih lahan hutan telah dilahap rakus oleh gergaji mesin.
Kayu-kayu berbagai ukuran, mulai dari diameter lengan hingga 3 kali pelukan manusia dewasa, ditumbangkan tanpa ampun.
Bekas tebangan berserak, batang-batang pohon teronggok ditanah, sebagian dibakar.
“Ini bukan pencurian biasa. Ini pembantaian. Pembunuhan terhadap alam,” ujar Benson Marbun lagi, menambahkan.
(JUN/Tribun-Medan.com)