Tak Belajar dari Pendahulunya, Kerajaan Demak juga Runtuh karena Perang Saudara
Moh. Habib Asyhad April 24, 2025 02:34 PM

KerajaanDemak mengalami kemunduran karena dilanda Perang Saudara antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang. Ternyata mereka tidak belajar dari para penduhulunya.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Perang Saudara menjadi salah satu penyebab utama runtuhnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, baik kerajaan Hindu-Buddha maupun kerajaan Islam.

Kerajaan Demak mengalami kemunduran karena dilanda Perang Saudara antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang dan mereka tidak belajar dari para penduhulunya.

Boleh dikata, riwayat Majapahit berakhir di tangan Kerajaan Demak. Meski begitu, perang saudara adalah awal dari kehancurannya. Pun begitu dengan Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Berdiri pada abad ke-15, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Trenggana, tapi perlahan-lahan mengalami kemunduran pada abad 16. Seperti disebut di awal, salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Demak adalah perang saudara yang terjadi antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang.

Perang Saudara di Kerajaan Demak

Pada 1546, Sultan Demak, yakni Sultan Trenggono meninggal dunia ketika sedang melakukan ekspedisi perluasan kekuasaan. Berdasarkan catatan sejarah, Sultan Trenggono meninggal karena dibunuh ketika menyerang Panarukan (Situbondo) di Jawa Timur, yang saat itu dikuasai oleh Blambangan.

Setelah meninggalnya Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mengalami kekosongan kekuasaan. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh putra sulung Sultan Trenggono, yaitu Sunan Prawoto untuk menggantikan kedudukan sang ayah.

Sunan giri dan para sesepuh Kerajaan Demak setuju jika Sunan Prawoto naik takhta sebagai raja pada 1546. Namun sayangnya, selama berkuasa, Sunan Prawoto dinilai lebih sibuk bekerja sebagai ahli agama dibanding pemimpin Kerajaan Demak.

Alhasil, daerah-daerah di bawah naungan Kerajaan Demak mulai melepaskan diri, yang kemudian berdampak pada mundurnya kerajaan. Buntut dari peristiwa ini ialah terjadinya perang saudara.

Sunan Prawoto terlibat perang dengan sepupunya, Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah putra dari Pangeran Sekar Seda Lepen, yang merupakan kakak kandung dari Sultan Trenggono.

Sewaktu Sunan Prawoto menjadi raja, Arya Penangsang merasa dirinya jauh lebih pantas untuk menduduki kekuasaan. Penolakan Arya Penangsang terhadap penobatan Sunan Prawoto juga didorong oleh rasa dendamnya terhadap kematian sang ayah.

Arya Penangsang kemudian balas dendam dengan cara berusaha merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari Sunan Prawoto. Perang saudara di Kerajaan Demak berlangsung sejak 1546 hingga 1549.

Perang saudara ini baru berakhir setelah Arya Penangsang mengalami kekalahan, lebih tepatnya kekalahan dari Hadiwijaya dari Pajang.

Perang saudara yang terjadi antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang mendapat kecaman dari Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijaya adalah menantu Sultan Trenggono.

Joko Tingkir bersama dengan Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi melakukan sejumlah usaha untuk merebut kekuasaan Kerajaan Demak dari Arya Penangsang. Hingga pada akhirnya, Joko Tingkir, Ki Gede Pemanahan, dan Ki Panjawi berhasil mengalahkan Arya Penangsang di Jipang Panolan.

Pada 1568, Joko Tingkir naik tahta sebagai Raja Demak dan memindahkan ibu kota Demak ke wilayah Pajang. Pemindahan ibu kota inilah yang menjadi titik awal runtuhnya Kerajaan Demak.

Perang saudara di Kerajaan Majapahit itu dikenal sebagai Perang Paregreg

Seperti disebut di awal, Kerajaan Islam Demak memang yang mengakhiri riwayat Kerajaan Majapahit tapi perang saudaralah yang melemahkan mereka.

Perang Paregreg (1404-1406) adalah perang saudara antara Bhre Wirabumi dari Kerajaan Blambangan dengan Prabu Wikramawardhana dari Kerajaan Majapahit. Sejatinya ini bukan perang saudara pertama bagi Majapahit, tapi barangkali ini yang paling berdampak.

Meski hanya berlangsung selama dua tahun, Perang Paregreg diyakini menjadi salah satu penyebab melemahnya Kerajaan Majapahit. Perang ini terjadi setelah mangkatnya Hayam Wuruk sekitar tahun 1389.

Setelah itu, Kerajaan Majapahit menghadapi masalah perebutan takhta pemerintahan di antara para penguasa daerah yang sebagian besar merupakan kerabat raja.

Perang Paregreg disebabkan oleh adanya pertikaian antara istana barat dan istana timur. Dalam kitab Pararaton, hal ini berawal dari munculnya keraton baru di Pemotan pada tahun 1376, yang terletak di timur Kerajaan Majapahit.

Keraton Timurdipimpin oleh Bhre Wenker atau Wijayarajasa yang merupakan suami dari Rajadewi, bibi dari Raja Hayam Wuruk. Rajadewi membuat Wijayarajasa berambisi untuk menjadi raja Majapahit menggantikan Hayam Wuruk.

Hayam Wuruk punya anak dari selirnya bernama Bhre Wirabhumi yang kemudian menikah dengan Nagarawardhani, cucu dari Rajadewi. Setelah Wijayarajasa wafat, Bhre Wirabhumi diangkat menjadi raja di istana timur.

Sementara istana barat dipimpin oleh menantu Hayam WurukWikramawardhana.

Dua istana tersebut mulai bergejolak saat Bhre Wirabhumi mengangkat istrinya Nagarawardhani menjadi Bhre (Adipati) Lasem. Mengetahui hal itu, Wikramawardhana juga ikut mengangkat istrinya, Kusumawardhani, menjadi Bhre Lasem.

Namun ketika Nagarawardhani dan Kusumawardhani meninggal pada 1400, Wikramawardhana segera mengangkat menantunya, yaitu istri Bhre Tumapel sebagai Bhre Lasem. Sejak saat itu, pertengkaran antara istana timur dan barat menjadi semakin sengit, hingga meletuslah Perang Paregreg pada tahun 1404.

Nama Paregreg yang berasal dari istilah dalam bahasa Jawa Kuno, peperangan ini terjadi dalam beberapa tahap dengan tempo yang lambat. Hal ini menjelaskan jalannya Perang Paregreg yang berlangsung antara tahun 1404 hingga 1406.

Perang saudara ini berjalan secara bertahap dengan kemenangan yang terjadi silih berganti. Selama dua tersebut, kemenangan kadang didapat oleh istana barat dan kemudian berganti dimenangkan istana timur.

Hingga 1906, akhirnya Perang Paregreg dimenangkan oleh istana barat yang dipimpin oleh Bhre Tumapel, putra dari Wikramawardhana yang dapat menguasai istana timur.

Dalam Perang Paregreg, Bhre Wirabhumi yang memimpin istana timur tewas. Walau peperangan sudah usai, ternyata pertikaian antara dua istana itu masih menyebabkan dampak luar biasa pada Kerajaan Majapahit.

Dampak Perang Paregreg disebut menjadi pemicu kemunduran bagi Kerajaan Majapahit, yaitu:

1. Banyak daerah kekuasaan melepaskan diri

Walau setelah peperangan istana timur bergabung dengan Kerajaan Majapahit di Mojokerto, ada banyak daerah kekuasaan yang mencoba melepaskan diri. Bahkan wilayah kekuasaan Majapahit di luar Pulau Jawa dengan cepat melepaskan diri dan membuat banyak daerah lain melakukan hal yang sama. Hal ini membuat wilayah kekuasaan Majapahit menjadi semakin sempit.

2. Memakan banyak korban

Walau perang saudara in hanya terjadi selama dua tahun, namun ternyata dampaknya memakan banyak korban. Korban yang jatuh dalam Perang Paregreg bukan hanya berasal dari pasukan perang tapi juga orang asing dari Tiongkok.

3. Kondisi ekonomi menurun

Jatuhnya korban orang asing dari Tiongkok membuat Wikramawardhana harus membayar ganti rugi dalam jumlah besar. Padahal kondisi ekonomi Majapahit sudah menurun akibat peperangan.

4. Wikramawardhana gagal membangkitkan kejayaan Majapahit

Kondisi semakin buruk setelah Wikramawardhana dan para penerusnya tidak bisa membangkitkan kejayaan Majapahit. Hal ini yang menjadikan Perang Paregreg menjadi faktor utama dari runtuhnya Kerajaan Majapahit.

Begitulah, KerajaanDemak mengalami kemunduran karena dilanda Perang Saudara antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang. Ternyata mereka tidak belajar dari para penduhulunya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.