Pengamat Jelaskan Penyebab Harga Telur Anjlok di Pasaran
kumparanBISNIS April 26, 2025 05:40 PM
Anjloknya harga telur di pasar dalam dua bulan terakhir ini dinilai bukan semata akibat pasokan yang melimpah, melainkan karena daya serap pasar yang melemah.
Pengamat Pertanian dan Pangan Syaiful Bahari menekankan sektor industri makanan yang biasanya menyerap telur dalam jumlah besar juga tengah tertekan karena daya beli masyarakat menurun.
“Telur termasuk komoditi yang tidak hanya dikonsumsi rumah tangga, tetapi juga industri makanan. Sementara usaha industri makanan kita juga saat ini semakin melemah,” ujar Syaiful saat dihubungi kumparan, Sabtu (26/4).
Syaiful mengatakan bahwa selain supply melimpah, daya serap pasar juga mulai berkurang, sehingga peredaran komoditi di pasar menjadi over supply juga.
“Barang ada tetapi yang beli sedikit. Jadi otomatis berpengaruh terhadap harga (telur di pasar),” jelas Syaiful.
Syaiful menyarankan Pemerintah untuk memetakan daerah-daerah yang mengalami surplus dan defisit telur. Upaya ini agar meningkatkan penyerapan telur di pasaran.
Pedagang telur ayam melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/9/2022).  Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang telur ayam melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/9/2022). Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara Foto
Selain itu, penerapan teknologi penyimpanan telur agar telur bisa bertahan lama juga harus dipikirkan lebih matang, agar jika harga telur kembali jatuh para peternak bisa menyimpannya terlebih dahulu agar telur tidak banjir ke pasar secara bersamaan.
“Harusnya jika Indonesia ingin menjadi negara swasembada telur dan eksportir telur, teknologi semacam itu yang harus dibangun,” ujar Syaiful.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) wilayah Jawa Tengah, Suwardi, mengungkapkan bahwa harga telur telah mengalami penurunan signifikan sejak Maret dan berlanjut pada April.
“Selama bulan Maret dan April ini semakin menurun. Kondisi harga telur jauh di bawah HPP (Harga Pokok Produksi),” jelas Surwadi.
Ia mencatat, harga telur pada Maret rata-rata berada di angka Rp 22.500 per kg, dan turun menjadi sekitar Rp 21.500 per kg pada April.
“Harga normalnya di kandang harusnya Rp 24.000 sampai Rp 26.000 per kg,” lanjutnya.
Harga Mulai Naik
Namun, per Kamis (24/4), Suwardi menyatakan bahwa harga telur mulai naik kembali, ke kisaran harga Rp 25.000 per kg.
Menurut Suwardi, harga telur mulai menunjukkan tren kenaikan yang dipicu oleh surat edaran dan imbauan dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKh) yang melarang peredaran telur Fertile Egg for Breeding (FEB), karena dinilai berpotensi menekan harga telur konsumsi hasil budidaya.
Fertile Egg for Breeding (FEB) merupakan telur yang tujuannya bukan untuk dimakan, tapi untuk ditetaskan jadi anak ayam.
“Semoga (harga) tidak turun lagi dan imbauan pak Dirjen ditaati oleh para pelaku,” ucap Suwardi.
Sebelumnya, para peternak petelur mengalami kerugian sekitar Rp 3.000 per kilogram, belum termasuk ongkos transportasi. Dengan total produksi telur nasional mencapai 17.836 ton per hari, potensi kerugian yang ditanggung pelaku usaha diperkirakan mencapai Rp 53,5 miliar per hari.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.