TRIBUNNEWS.COM - Citra satelit yang diambil pada Kamis (24/4/2025) menunjukkan kerusakan parah di salah satu depot amunisi terbesar di Rusia, yang terbakar dan meledak pada Selasa (22/4/2025) lalu.
Citra satelit yang diambil oleh Planet Labs dan diperoleh oleh Business Insider, memperlihatkan kerusakan besar di Gudang Senjata Direktorat Rudal dan Artileri Utama (GRAU) ke-51, sebuah kompleks amunisi di timur laut Moskow, wilayah Vladimir, yang berjarak lebih dari 482 km dari perbatasan Ukraina.
Fasilitas tersebut sangat luas.
Gambar dari atas memperlihatkan bangunan yang hancur dan tanah yang hangus, sesuai dengan informasi kebakaran yang disebabkan oleh ledakan utama dan ledakan susulan yang direkam para saksi pada hari Selasa.
Tingkat kerusakan di GRAU ke-51 belum sepenuhnya jelas, namun tampaknya sebagian besar fasilitas terkena dampak.
Kementerian Pertahanan Rusia tidak menyebutkan nama fasilitas tersebut dalam pernyataannya.
Namun, mereka mengatakan, kebakaran di sebuah lokasi militer yang dirahasiakan di wilayah Vladimir menyebabkan amunisi meledak di gudang.
Beberapa orang dilaporkan terluka akibat insiden ini.
Media pemerintah Rusia melaporkan bahwa keadaan darurat telah diumumkan di distrik tempat GRAU ke-51 berada.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Telegram, Kementerian Pertahanan Rusia menulis:
"Penyebab kebakaran adalah pelanggaran persyaratan keselamatan saat bekerja dengan bahan peledak."
Mereka menyatakan bahwa insiden tersebut akan diselidiki.
Setelah ledakan itu, berbagai video mulai beredar di media sosial, menunjukkan amunisi Rusia menghujani daerah-daerah sipil di sekitarnya.
Pusat Komunikasi Strategis Ukraina menggambarkan fasilitas tersebut sebagai salah satu gudang amunisi terbesar milik Rusia.
Andriy Kovalenko, kepala Pusat Penanggulangan Disinformasi Kyiv, mengatakan bahwa lokasi tersebut menyimpan sekitar 115.000 ton persenjataan, termasuk peluru artileri dan rudal.
Rusia memiliki sejarah kecelakaan serupa seperti yang terjadi di GRAU ke-51.
Empat orang tewas pada Juni 2022 di fasilitas ini, ketika amunisi meledak selama operasi pembongkaran.
Depot amunisi Rusia lainnya juga mengalami dua ledakan besar pada tahun 2019.
Di tengah perang yang masih berlangsung, depot-depot amunisi Rusia menjadi target bernilai tinggi bagi Ukraina.
Militer Ukraina kerap menggunakan rudal dan drone produksi dalam negeri untuk melancarkan serangan terhadap fasilitas militer dan infrastruktur energi Rusia.
Meskipun belum ada laporan resmi mengenai penyebab ledakan tersebut, hilangnya senjata yang disebutkan oleh Andriy Kovalenko bisa menjadi pukulan signifikan bagi Kremlin.
Mengutip Conflict Watcher, sistem-sistem senjata seperti rudal Iskander, Tochka-U, Kinzhal, serta amunisi untuk sistem pertahanan udara Pantsir-S1, S-300, dan S-400, serta peluncur roket Grad, Smerch, dan Uragan, merupakan komponen vital dalam operasi militer Rusia melawan Ukraina.
Elemen-elemen ini secara konsisten digunakan Rusia untuk melancarkan serangan presisi, menebar teror di antara penduduk sipil, dan melemahkan infrastruktur militer maupun sipil Ukraina.
Sebagai contoh, sistem Iskander adalah kompleks rudal balistik jarak pendek modern dan bergerak, yang mampu membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir.
Rusia menggunakan sistem ini untuk serangan strategis, menghancurkan target penting dengan presisi tinggi, sering kali dari wilayahnya sendiri.
Sementara itu, Tochka-U yang meski lebih tua, masih digunakan.
Sistem rudal taktis ini memiliki akurasi lebih rendah, namun daya ledaknya tinggi, dan digunakan dalam serangan yang membutuhkan peluncuran rudal secara massal.
Rudal Kinzhal, yang relatif jarang digunakan, tetap dianggap sebagai mahakarya teknologi Rusia, meskipun efektivitas operasionalnya terkadang dipertanyakan.
Amunisi untuk sistem pertahanan udara seperti Pantsir-S1, S-300, dan S-400 sangat penting, terutama di tengah meningkatnya serangan pesawat nirawak dan rudal terhadap target-target di Rusia dan wilayah Ukraina yang diduduki.
Sementara itu, Grad, Smerch, dan Uragan adalah peluncur roket yang digunakan untuk menembaki posisi Ukraina di garis depan.
Ketiga sistem ini memiliki daya tembak besar, dan permintaan amunisinya tetap tinggi dalam pertempuran parit yang berkepanjangan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)