TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis skor Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk sektor pendidikan di tahun 2024.
Skor integritas di bidang pendidikan di Indonesia untuk periode 2024 memperoleh angka 69,50.
Hasil ini turun dari skor SPI Pendidikan tahun 2023 yang mencapai 73,7.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengatakan siswa menyontek karena sistem pembelajaran yang berbasis hafalan.
"Kalau kita melihat secara akademik kecenderungan menyontek itu kan sesuatu yang pertama berkaitan dengan mungkin bentuk atau model soal yang masih menekankan pada hafalan yang karena itu mereka menyontek supaya dapat menjawab," ujar Abdul Mu'ti usai acara Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah 2025 di PPSDM Kemendikdasmen, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa (29/4/2025).
Selain itu, Abdul Mu'ti mengungkapkan kecenderungan siswa menyontek karena rasa tidak percaya diri dalam penguasaan materi itu.
Kemudian, faktor lainnya berkaitan dengan orientasi pendidikan kita ini yang masih kuantitatif.
"Jadi keberhasilan itu diukur dari berapa nilainya, berapa rankingnya dan sebagainya yang kadang-kadang itu menjadi salah satu dari beberapa sebab kenapa menyontek itu masih cukup tinggi angkanya sesuai dengan survei yang dilakukan oleh KPK," kata Abdul Mu'ti.
Abdul Mu'ti mengatakan Kemendikdasmen bakal memperbaiki sistem pembelajaran untuk mengurangi angka menyontek.
Salah satu langkah perbaikan, kata Abdul Mu'ti, dengan menerapkan pembelajaran mendalam.
"Karena dengan pembelajaran mendalam itu nanti soal-soal itu tidak berupa pertanyaan-pertanyaan yang kuantitatif yang mengandalkan pembelajaran yang mengandalkan hafalan," katanya.
"Analisis yang itu semuanya tidak mungkin mereka menyontek karena semua berasal dari pemikiran-pemikiran dan juga gagasan yang memang menjadi ukuran kemampuan mereka," tambahnya.
Kemendikdasmen, kata Abdul Mu'ti, juga akan memperbaiki pendekatan dalam pembelajaran yang lebih berorientasi pada kualitatif.
"Ini juga nanti ya perlahan-lahan kita perbaiki, kita tidak perlu saling menuding, saling menyalahkan ini adalah data yang penting untuk menjadi dasar kita mengambil kebijakan untuk baik lagi di masa-masa akan datang," pungkasnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menerangkan bahwa SPI Pendidikan dilakukan untuk memetakan kondisi integritas pada tiga aspek, yakni karakter integritas peserta didik, ekosistem pendidikan terkait pendidikan antikorupsi, dan risiko korupsi pada tata kelola pendidikan.
Ia mengatakan, berdasarkan survei yang sudah dilakukan, ada beberapa temuan menarik.
Mulai dari temuan terhadap kejujuran akademik, ketidakdisiplinan akademik, gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan barang-jasa, penggunaan dana BOS yang tidak sesuai, nepotisme serta pungli di luar biaya resmi.
"Kasus menyontek masih ditemukan pada 78 persen sekolah dan 98 persen kampus. Masalah ketidakdisiplinan akademik 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa yang menjadi responden, mengaku pernah terlambat datang ke sekolah atau kampus," kata Wawan ketika memaparkan skor SPI Pendidikan tahun 2024.
"Namun tidak hanya siswa dan mahasiswa, menurut 69 persen siswa, masih ada guru yang terlambat hadir. Sedangkan menurut 96 persen mahasiswa, masih ada dosen yang terlambat hadir. Bahkan di 96 persen kampus dan 64 persen sekolah, ditemukan masih ada dosen atau guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas," imbuhnya.