TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dilarang mempublikasikan permohonan surat penangkapan baru terkait kasus Palestina.
Para hakim memerintahkan agar proses tersebut dilakukan secara rahasia, terang The Guardian dalam laporan eksklusifnya.
Dalam perintah tertutup yang dikeluarkan bulan ini, para hakim ICC memberi tahu Jaksa Karim Khan bahwa ia tidak boleh lagi menyebutkan secara publik keberadaan atau rencananya untuk mengajukan surat penangkapan.
Perintah ini muncul ketika Khan tengah menyiapkan putaran baru permohonan surat perintah penangkapan untuk pejabat Israel yang diduga terlibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di wilayah pendudukan Palestina.
Sebelumnya, Khan telah mengajukan surat penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Sementara itu, surat penangkapan yang ditujukan kepada pemimpin militer Hamas dibatalkan setelah kematiannya dikonfirmasi.
Pembatasan terbaru terhadap Khan menambah ketegangan antara kantor kejaksaan dan hakim ICC, terutama atas gaya terbuka Khan dalam mengumumkan rencana penindakan hukum—gaya yang berbeda dari pendahulunya.
Menurut The Guardian, pendekatan Khan dalam beberapa kasus sebelumnya, termasuk Myanmar, Taliban di Afghanistan, serta kekerasan di Darfur, menuai perhatian gara-gara diumumkan ke publik sebelum surat penangkapan disetujui hakim.
Pengumuman-pengumuman tersebut terjadi di tengah tekanan besar terhadap Khan.
Tekanan itu termasuk sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan tuduhan pelecehan seksual yang sedang diselidiki oleh pihak independen.
Beberapa pejabat ICC menyebut strategi komunikasi Khan telah menimbulkan frustrasi internal.
Dirinya dianggap menyimpang dari prosedur biasa dan berpotensi memberi tekanan publik kepada para hakim.
Dalam kasus Palestina, perintah rahasia para hakim menegaskan Khan tidak boleh mengungkap permohonan surat penangkapan apa pun tanpa izin mereka.
Langkah serupa disebut telah diberlakukan dalam setidaknya satu kasus lain, menandakan adanya pendekatan baru yang lebih ketat terhadap keterbukaan jaksa.
Juru bicara kantor kejaksaan mengatakan mereka tidak dapat mengonfirmasi atau menyangkal isi keputusan yang belum dipublikasikan.
Mereka menegaskan semua permohonan surat penangkapan diajukan berdasarkan penyelidikan yang independen, menyeluruh, dan imparsial dalam yurisdiksi ICC.
Biasanya, proses pengajuan surat penangkapan dilakukan secara tertutup demi menjaga integritas penyelidikan, keselamatan saksi, serta peluang penangkapan tersangka.
Jaksa memiliki wewenang untuk mengumumkannya ke publik jika dirasa perlu, misalnya sebagai bentuk pencegahan terhadap kejahatan yang sedang berlangsung.
Berbeda dari Khan, pendahulunya Fatou Bensouda hanya mengungkap keberadaan surat penangkapan setelah mendapat persetujuan dari hakim.
Sementara jaksa pertama ICC, Luis Moreno Ocampo, hanya mengumumkan rencana pengajuan sebanyak tiga kali selama sembilan tahun masa jabatannya.
Surat perintah penangkapan tahap pertama dalam kasus Palestina diumumkan Khan pada 2023 melalui video dan wawancara dengan CNN.
Langkah ini disebut ditentang oleh beberapa staf senior di kantornya karena dinilai memberi tekanan publik berlebihan kepada para hakim.
Surat penangkapan untuk kasus Palestina disetujui pada November lalu.
Kini, para hakim tampaknya tidak ingin Khan mengulangi langkah serupa untuk permohonan baru, yang menurut sumber pengadilan akan difokuskan pada dugaan kejahatan di Tepi Barat.
Kasus Palestina di ICC pertama kali dibuka oleh Bensouda pada 2021.
Khan mewarisi penyelidikan ini dan mempercepatnya pascaserangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas serta respons militer besar-besaran Israel di Gaza.
Hingga Mei 2024, penyelidikan terus meluas ke berbagai dugaan pelanggaran, baik di Gaza maupun Tepi Barat, termasuk kekerasan pemukim dan operasi militer mematikan.
Pihak ICC belum memberikan komentar resmi atas laporan ini.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)