TRIBUNNEWS.COM - Forum Purnawirawan TNI telah mengeluarkan delapan tuntutan kepada pemerintah beberapa waktu lalu.
Adapun salah satunya adalah mengusulkan agar Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, dimakzulkan.
Namun, Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, menilai usulan tersebut tidak mudah terealisasi.
Pasalnya, mayoritas fraksi yang berada di parlemen saat ini adalah pendukung pemerintahan Kabinet Merah Putih pimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
"Secara politik, memang berat untuk melakukan proses pemakzulan di saat 81 persen kekuatan pemerintah menguasai parlemen. Hitung-hitungannya tidak mudah untuk merubah itu," katanya dikutip dari program Satu Meja The Forum di YouTube Kompas TV, Kamis (1/5/2025).
Di sisi lain, Burhanudin pun mengakui bahwa isu pemakzulan bukan hanya sekali terjadi seperti saat ini.
Namun, dia mengatakan baru di era sekarang ini, pemakzulan ditujukan kepada wakil presiden alih-alih presiden.
Ia mencontohkan beberapa kasus pemakzulan di Indonesia seperti terhadap Presiden pertama, Soekarno dan Presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
"Memang isu penuntutan mundur kepada pimpinan nasional bukan isu baru. Bahkan, sudah terealisasi minimal pasal impeachment pernah diberlakukan ke Soekarno dan Gus Dur.
"Tapi yang terjadi kalau kita dibandingkan ke belakang, Pak Habibie pernah diminta mundur, Pak SBY pernah, Pak Jokowi apalagi. Tapi, baru kali ini tuntutan diganti itu diarahkan ke wakil presiden," jelas Burhanudin.
Usulan Pemakzulan Sulitkan Gibran di Pilpres 2029
Namun, Burhanudin mengatakan akan ada dampak ke depannya terhadap Gibran terkait usulan agar dia diganti menjadi wakil presiden, yaitu terkait Pilpres 2029.
Dia menganalisis bahwa secara politik, Gibran telah 'tersandera' akibat adanya usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan TNI tersebut.
Ditambah, Gibran semakin 'tersandera' secara politik buntut adanya penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Jadi sangat sulit untuk membayangkan Gibran maju lagi di (Pilpres) 2029 baik sebagai capres maupun cawapres," katanya.
"Dan jangan lupa Pak Prabowo sudah diputuskan sebagi capres Gerindra dan didukung oleh PAN, tetapi yang belum pasti siapa cawapresnya," sambung Burhanudin.
8 Usulan Forum Purnawirawan TNI
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan surat terbuka berisi delapan sikap yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Mereka yang ikut meneken surat tersebut yakni:
Wapres ke-6 RI periode 1993-1998 sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) periode 1988-1993 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Menteri Agama (Menag) periode 2019-2020 dan Wakil Panglima TNI periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Adapun delapan sikap forum tersebut yakni :
1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
2. Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
3. Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
4. Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.
5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Kata Pemerintah soal Usulan Forum Purnawirawan TNI
Presiden Prabowo Subianto menghormati pandangan forum purnawirawan prajurit TNI yang menyampaikan delapan usulan kepadanya.
Salah satunya mengganti Wakil Presiden melalui mekanisme MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Hal itu disampaikan oleh Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal (Purn) TNI Wiranto, dalam konferensi pers usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
"Memang saran itu disampaikan oleh Forum para Purnawirawan TNI, para jenderal, para kolonel, ya ditandatangani, disampaikan secara terbuka, betul kan? Terbuka, secara meluas, ya. Nah di sini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu," kata Wiranto.
Presiden, kata Wiranto, memahami pandangan tersebut karena merupakan mantan Prajurit.
"Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama, ya dengan jiwa saptamarga, ya, dan sumpah prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu," katanya.
Meskipun demikian, Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak bisa langsung merespon usulan atau tuntutan tersebut.
Prabowo, kata Wiranto, mesti mempelajari satu persatu isi usulan tersebut.
"Dipelajari satu per satu karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental," katanya.
Selain itu, kata Wiranto, meskipun sebagai Presiden, Prabowo memiliki kekuasaan yang tidak terbatas namun sistem pemerintahan Indonesia menganut distribusi kekuasaan atau trias politik yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Oleh karena itu Prabowo tidak akan merespon usulan yang menjadi wilayah lembaga lain.
"Artinya kekuasaan beliau, kekuasaannya terbatas juga. Dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak bisa saling mencampuri di situ. Maka usulan-usulan yang ya bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu ya presiden tidak akan ya menjawab atau merespon itu," pungkasnya.
(Yohanes Liestyo Poerwoto/Farryanida Putwiliani)