TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengakuan negara terhadap koperasi sebagai subjek yang sah atas hak milik tanah dinilai penting dan mendesak.
Demikian disampaikan Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Jambi Prof Elita Rahmi dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) bertema "Urgensi Hak Milik Atas Tanah untuk Koperasi sebagai Perwujudan Reforma Agraria Berkeadilan dan Berkelanjutan" di Jakarta, Sabtu (3/5/2025) kemarin.
FGD ini diinisiasi oleh Forum Koperasi Indonesia (FORKOPI) bersama Panja RUU Perkoperasian Baleg DPR RI.
Sejumlah tokoh menghadiri FGD ini, diantaranya Perwakilan Menteri ATR/BPN, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Dr Ujang Komarudin serta perwakilan dari 13 elemen koperasi di seluruh Indonesia.
“Selama ini banyak koperasi terpaksa menggunakan ‘modus pinjam nama’ dalam pembelian tanah karena belum diakui sebagai badan hukum pemilik tanah. Ini adalah bentuk penyelundupan hukum yang sudah saatnya diakhiri,” tegas Prof Elita.
Dalam pemaparannya, ia mengulas ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia dan bagaimana hak milik untuk koperasi dapat menjadi solusi struktural terhadap kemiskinan agraria.
Ia mengingatkan bahwa UUPA dan PP 38 Tahun 1963 sebenarnya sudah memberi ruang agar badan hukum seperti koperasi, khususnya koperasi pertanian, dapat memiliki hak milik atas tanah.
Namun selama lebih dari 60 tahun, implementasi kebijakan ini belum optimal.
“Negara harus hadir dengan kebijakan afirmatif. Koperasi bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi wujud filosofi ekonomi Pancasila, demokrasi ekonomi berbasis kekeluargaan,” tambahnya.
Lebih jauh, Prof Elita mengusulkan agar revisi UU Perkoperasian menyertakan klausul eksplisit yang menyatakan koperasi dapat memiliki tanah dengan status hak milik, dengan mekanisme pengawasan dan peralihan hak yang diatur oleh Kementerian Koperasi.
“Jika koperasi diberi hak milik, mereka bisa menggunakannya sebagai jaminan usaha, membeli atau menerima redistribusi tanah secara legal serta menjalankan fungsi sosialnya untuk kesejahteraan anggota. Ini adalah bagian dari reforma agraria yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Sementara peserta FGD lain yang juga Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Perkoperasian DPR RI Karmila Sari, menyatakan dukungannya terhadap aspirasi Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) untuk memasukkan hak milik atas tanah ke dalam revisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Dukungan tersebut, menurut Karmila, harus diimbangi dengan aturan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
"Kami secara prinsip mendukung pengajuan tanah untuk hak milik koperasi. Namun, ini harus digarisbawahi agar tidak disalahgunakan," tegas Karmila.
Ia menekankan perlunya pengaturan yang jelas dan terukur terkait status tanah milik koperasi, terutama jika koperasi dibubarkan, guna mencegah konflik kepemilikan yang merugikan anggota koperasi maupun masyarakat.
Hal ini menjadi perhatian utama mengingat pentingnya menjaga integritas dan keberlanjutan koperasi.