TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menanggapi soal respons MUI pada wacana kebijakannya untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat mendapatkan bantuan sosial (bansos).
Diketahui sebelumnya MUI tegas menentang ide Dedi Mulyadi soal persyaratan vasektomi sebagai syarat bansos.
Hal ini karena menurut MUI, Islam melarang adanya vasektomi yang termasuk dalam upaya pemandulan permanen.
Menanggapi hal tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan untuk mengatasi kemiskinan maka diperlukan adanya tempat tinggal, jaminan kesehatan dan pendidikan.
Selain itu Dedi juga menilai agar masyarakat miskin ini tidak memiliki banyak anak.
Pasalnya dengan banyak anak, maka beban ekonomi mereka otomatis akan semakin bertambah di tengah kondisi mereka yang kesulitan.
Untuk itu diperlukan keberhasilan program Keluarga Berencana atau KB.
Salah satunya dengan vasektomi, yang dilakukan oleh pihak laki-laki.
Namun jika vasektomi ini dinilai haram oleh MUI, maka Dedi menekankan bahwa masih banyak alternatif lain untuk laki-laki bisa andil dalam program KB.
"Kemiskinan itu satu ya rumah, dua jaminan kesehatan, tiga jaminan pendidikan dan keempat jangan terlalu banyak anak."
"KB-nya harus berhasil, kemudian alternatifnya banyak, apabila yang satu tidak diperbolehkan, laki-laki ber-KB banyak alternatifnya," kata Dedi dilansir Kompas TV, Minggu (4/5/2025).
Dedi menyebut cara paling mudahnya laki-laki bisa menggunakan pengaman saat berhubungan suami-istri untuk mencegah kehamilan.
Mantan Bupati Purwakarta itu juga menegaskan, masyarakat miskin ini harus bisa lebih bertanggung jawab ketika memang ingin memiliki anak.
"Pake pengamannya juga lebih mudah, asal mau. Sehingga sekarang mau enggak ber-KB gitu."
"Jangan bikin anaknya mau, tanggung jawabnya enggak mau," tegas Dedi.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menentang ide atau gagasan dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal vasektomi menjadi syarat penerimaan bansos.
Menurut Cholil, Islam melarang adanya pemandulan permanen, termasuk vasektomi ini.
Dalam Islam yang diperbolehkan hanyalah mengatur jarak kelahiran saja.
"Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran," ungkap Cholil melalui akun X pribadinya @cholilnafis, pada Kamis (1/5/2025).
Cholil menilai, pertumbuhan penduduk di Indonesia masih stabil, bahkan cenderung minus.
Sehingga menurutnya gagasan untuk menghentikan kemiskinan dengan menyetop orang miskin untuk memiliki anak itu tak tepat.
Untuk mengatasi kemiskinan, Cholil lebih mendukung adanya pembukaan lapangan kerja.
"Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus. Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial," jelas Cholil.
Untuk itu, Cholil menyarankan, jika ada masyarakat muslim yang harus vasektomi untuk mendapatkan bansos, maka lebih baik tak usah mendaftar bansos.
Pasalnya Cholil yakin setiap orang pasti telah memiliki jalan rezekinya masing-masing.
"Tapi yang mau divasektomi itu mayoritas muslim, makanya itu saya sarankan kepada yang muslim kalau syarat ambil bansos adalah vasektomi maka tak usah daftar bansos."
"Insya Allah saudara2 ada jalan lain rezekinya," ungkap Cholil.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh juga menyebut bahwa vasektomi haram hukumnya jika untuk pemandulan permanen.
Hal ini sejalan dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012.
“Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’i seperti sakit dan sejenisnya,” kata Asrorun Ni'am dilansir laman resmi MUI, Jumat (2/5/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, ikut merespons soal wacana Dedi Mulyadi menjadikan vasektomi sebagai syarat penerimaan bansos.
Menurut Marwan dalam pembahasan Komisi VIII, belum pernah ada gagasan yang mengaitkan program Bansos dengan kebijakan pengendalian kelahiran seperti vasektomi.
Karena selama ini pemerintah masih mengacu pada aturan konstitusi, yakni kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin.
Oleh karena itu Marwan menilai ide Dedi Mulyadi soal vasektomi ini adalah ide yang kalap.
"Idenya Kang Dedi ini, ya mungkin ide kalap lah ya," kata Marwan saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (4/5/2025).
Marwan menilai tekanan berat dalam menghadapi angka kemiskinan seringkali membuat munculnya usulan-usulan yang tidak proporsional.
"Kalapnya itu karena terlalu berat beban kita mengenai urusan sosial. Angka kemiskinan dengan kemampuan kita untuk memberdayakan itu tidak sebanding."
"Maka, langkah-langkah kita untuk mencerdaskan anak bangsa dengan beban berat itu, ya rasa-rasanya kalap lah," terangnya.
(Faryyanida Putwiliani/Fersianus Waku)