Acuan Bunga AFPI Apakah Menguntungkan Peminjam? Ini Kata Ekonom
Seno Tri Sulistiyono May 09, 2025 08:34 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penetapan acuan bunga oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), apakah menguntungkan peminjam atau sebaliknya?

Hal ini menjadi sorotan setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik kartel dalam penetapan suku bunga oleh sejumlah fintech lending di Indonesia. 

Langkah itu disebut dilakukan setelah muncul indikasi adanya kesepakatan tidak resmi antar fintech lending dalam menetapkan suku bunga kredit dan simpanan, yang berpotensi mengganggu mekanisme pasar yang sehat.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai dugaan praktik kartel yang diselidiki KPPU terhadap penyelenggara pinjaman daring (pindar) perlu dilihat secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, yakni peminjam, pemberi pinjaman, dan penyedia platform.

KPPU sebelumnya mengumumkan rencana sidang pemeriksaan pendahuluan atas dugaan praktik kartel suku bunga di industri pindar. 

Dalam siaran pers 29 April 2025, KPPU menyampaikan bahwa sidang tersebut menjadi langkah awal untuk menindaklanjuti temuan sementara mengenai dugaan adanya kesepakatan penetapan bunga secara kolektif oleh sejumlah pelaku usaha di sektor ini.

Sebanyak 97 perusahaan tercatat sebagai pihak terlapor. 

Mereka diduga menetapkan plafon bunga harian secara seragam, yaitu sebesar 0,8 persen per hari, sebelum diturunkan menjadi 0,4 persen per hari pada 2021.

Menurutnya, acuan bunga justru memberi dampak positif bagi peminjam dan merupakan upaya perlindungan terhadap konsumen atau peminjam. 

Ia menuturkan, pada 2018, marak keluhan masyarakat terkait tingginya bunga pinjaman daring yang saat itu bisa mencapai lebih dari 1 persen per hari.
 
“Kita melihat ada keuntungan sebenarnya yang didapatkan oleh peminjam. Ketika ada acuan bunga tersebut, peminjam mendapatkan bunga yang lebih rendah. Bisa dibayangkan sebelumnya, bisa1% lebih bahkan untuk per hari,” ujar Huda dikutip dari Kontan, Jumat (9/5/2025).

Huda menyampaikan, dengan adanya acuan bunga AFPI, peminjam  mendapatkan suku bunga yang lebih rendah.
 
Sebagai tambahan informasi, industri pinjaman daring memang menghadapi berbagai tantangan pada 2018. 

Salah satu indikasinya terlihat dari temuan Satgas Waspada Investasi (SWI), yang mencatat adanya sekitar 3.365 entitas pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama periode 2018 hingga 2021.
 
Banyaknya entitas tidak berizin ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi aspek yang kian krusial, seiring dengan upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital.
 
Huda pun menyampaikan bahwa industri pinjaman daring merupakan pasar dua sisi (two-sided market) yang melibatkan kepentingan peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, menurut dia, pendekatan terhadap isu persaingan usaha dalam sektor ini perlu dilakukan secara menyeluruh dan berimbang.
 
“Ketika tidak dilihat secara menyeluruh, baik dari sisi peminjam maupun pemberi pinjaman, itulah yang bisa menimbulkan masalah,” papar Huda.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.