UU BUMN Digugat Mahasiswa UI ke Mahkamah Konstitusi, Ketua KPK: Hak Warga Negara
Adi Suhendi May 10, 2025 05:35 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pengajuan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hak warga negara.

Hal itu disampaikan Setyo merespons gugatan dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI) terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau UU BUMN.

"Ya itu kan proses, saya kira proses silakan saja ya, saya kira kalau proses gugatan judicial review di MK apa segala macam itu, adalah hak warga negara untuk mengajukan. Kita lihat lah hasilnya seperti apa ya ke MK," kata Setyo dalam keterangannya, Sabtu (10/5/2025).

Sementara itu, Jubir KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menyambut baik gugatan UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi.

Kata Budi, KPK sudah menyatakan sikap dalam memandang UU BUMN yang telah berlaku sejak 24 Februari 2025 itu.

KPK menyatakan tetap bisa menindak bos BUMN meski direksi maupun komisaris pelat merah bukan lagi sebagai penyelenggara negara.

"KPK menyambut baik hal tersebut tentunya karena itu menjadi salah satu hak konstitusi seorang warga negara," kata Budi dalam pernyataannya, Sabtu (10/5/2025).

"Dan KPK juga menegaskan positioning-nya terkait dengan implikasi adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN bagaimana implikasinya dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan KPK," imbuhnya.

KPK setidaknya melihat dua hal, pertama terkait dengan status penyelenggara negara bagi jajaran direksi, komisaris, dan pengawas pada BUMN yang bukan lagi penyelenggara negara, sebagaimana termaktub dalam Pasal 9G UU BUMN baru.

KPK melihat adanya kontradiksi substansi dari pasal tersebut dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

KPK memandang bahwa UU Nomor 28 Tahun 1999 adalah hukum administrasi yang secara khusus mengatur tentang penyelenggara negara dengan tujuan untuk menekan adanya KKN.

"Sehingga KPK tegas berpedoman pada Undang-Undang 28 Tahun 1999 dalam melihat status direksi, komisaris, dan dewan pengawas pada BUMN adalah sebagai penyelenggara negara," ujar Budi.

Untuk itu, pada aspek pencegahan KPK juga berkesimpulan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas pada BUMN masih wajib menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

Kedua terkait Pasal 4B UU BUMN berkenaan dengan Kerugian BUMN bukan Kerugian Keuangan Negara, serta Pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

KPK turut melihat adanya kontradiksi karena di dalam putusan MK juga sudah disebutkan bahwa keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dengan BUMN.

"Oleh karena itu KPK berpandangan tetap dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara-perkara di BUMN karena statusnya masih sebagai penyelenggara negara dan atau adanya kerugian negara, tentu yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum ataupun penyalahgunaan wewenang BUMN," kata Budi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.