TRIBUN-MEDAN.com - Seorang wanita berusia 32 tahun mengungkap kisah emosional tentang kehamilan pertamanya yang tidak biasa.
Ia menyebut bahwa anak yang ia kandung adalah buah cintanya dengan mantan suami sahabat sendiri.
Dikutip dari Eva.vn Minggu (11/5/2025) dalam pengakuannya, seorang perempuan menceritakan pergulatan batinnya selama menjalani kehamilan pertamanya.
Meski sang suami adalah pria yang penuh perhatian, kenyataan bahwa ia adalah mantan suami sahabatnya membuat masa-masa seharusnya penuh kebahagiaan itu berubah menjadi masa penuh kegelisahan dan ketakutan.
Wanita tersebut, yang saat ini mengandung 17 minggu, menyebutkan bahwa ia bukan orang ketiga dalam rumah tangga sahabatnya.
Menurut pengakuannya, ia dan suami saat ini mulai dekat setelah perceraian antara pria itu dengan sahabatnya.
“Kami hanya kenal secara sosial sebelumnya. Setelah dia bercerai, aku yang menemaninya. Kami saling mengobrol, saling menyembuhkan. Lama-lama, aku menyadari bahwa aku mencintainya,” ungkapnya.
Meski awalnya merasa bersalah, wanita itu kemudian meyakinkan dirinya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaan baru setelah kegagalan rumah tangga.
Mereka pun akhirnya menikah, meski sahabatnya tidak hadir dalam acara tersebut.
“Dia hanya mengirim pesan singkat: ‘Selamat. Semoga kamu sangat bahagia.’ Aku tak tahu apakah itu tulus atau hanya formalitas, tapi aku tetap berterima kasih,” katanya.
Namun, kehamilan membuat emosi dan rasa bersalahnya makin tak tertahankan. Ia sering menangis dan bermimpi buruk.
Salah satu mimpinya yang paling membekas adalah saat ia melahirkan di ruangan dingin tanpa siapa pun di sisinya, kecuali sang sahabat yang berbalik badan dan pergi tanpa bicara sepatah kata pun.
Ia juga mengkhawatirkan masa depan anaknya.
“Bagaimana jika suatu hari dia bertanya: ‘Ibu itu teman mantan istri Ayah, ya?’ Aku tak tahu harus menjawab apa,” tuturnya lirih.
Meski sang suami menunjukkan kasih sayang luar biasa, wanita itu masih merasakan kekosongan emosional.
Ia mendapati suaminya masih menyimpan foto-foto mantan istrinya dan kerap termenung saat mendengarkan lagu-lagu lama.
“Aku tak cemburu, tapi hatiku sakit,” ujarnya.
Pengalaman mengunjungi rumah sakit sendirian untuk pemeriksaan kehamilan semakin menyadarkannya bahwa yang ia butuhkan bukan hanya pasangan yang baik, tetapi juga ketenangan pikiran dan keyakinan akan masa depan.
Mengakhiri kisahnya, ia menyampaikan harapan agar kesalahan masa lalu tidak membebani anaknya kelak.
“Aku ingin anakku lahir dalam cinta, bukan rasa bersalah. Jika ada kesalahan, biarlah itu berhenti di generasiku. Jangan biarkan anakku memikul beban yang bukan miliknya,” tutupnya.
(cr31/tribun-medan.com)