Surabaya Larang Wisuda dan Wisata Sekolah, Eri Cahyadi: Sudah Sejak 2015
Haurrohman May 12, 2025 11:31 PM

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Surabaya - Pemkot Surabaya menegaskan kembali larangan bagi sekolah-sekolah negeri, khususnya jenjang SD dan SMP, untuk menyelenggarakan acara wisuda dan wisata akhir tahun. Kebijakan ini juga disertai dengan pelarangan pungutan biaya kepada orang tua siswa guna mendanai kegiatan tersebut.

"Kalau di sekolah negeri, sudah saya 'haramkan' wisuda. Saya tidak perbolehkan lagi ada wisuda di SD dan SMP negeri yang meminta biaya dari muridnya," ujar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat ditemui di Surabaya.

Larangan ini, menurut Eri, bukanlah kebijakan baru. Pemkot Surabaya telah menetapkannya sejak 2015 sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi sosial ekonomi para siswa dan keluarganya.

"Kita ingin mengajak kepala sekolah, guru, dan orang tua agar lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Tidak semua anak mampu ikut merayakan kelulusan dengan acara formal seperti wisuda," jelas Eri, yang sebelumnya menjabat Kepala Bappeko Surabaya.

Eri menekankan kegiatan semacam wisuda atau wisata yang dibarengi pungutan biaya bisa menimbulkan beban psikologis bagi siswa yang tidak mampu. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam pendidikan.

"Kita tidak sedang melarang kegembiraan. Tapi mari rayakan kelulusan dengan cara yang lebih inklusif, misalnya doa bersama dan berpamitan kepada guru," ujarnya.

Ia juga menyoroti meskipun kegiatan tersebut tidak diwajibkan, praktik di lapangan kerap menimbulkan tekanan sosial. "Sering kali, alasan yang digunakan adalah 'yang mampu silakan ikut, yang tidak mampu tak usah'. Tapi nyatanya, anak yang tidak ikut justru merasa tertekan, bahkan bisa mengalami perundungan," ujar pria yang meraih gelar doktor di bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia ini.

Wali Kota Eri menyatakan tak segan menjatuhkan sanksi kepada pihak sekolah negeri yang tetap nekat menyelenggarakan kegiatan semacam ini dengan memungut biaya dari orang tua siswa.

"Kalau sampai ada, saya akan menegur kepala sekolahnya dan memberi sanksi kepada gurunya. Ini hanya berlaku untuk sekolah negeri," tegasnya.

Namun, ia memberi pengecualian jika kegiatan dilakukan tanpa membebani orang tua, misalnya melalui sponsor atau donasi dari pihak ketiga. Dalam hal ini, kegiatan bisa tetap berlangsung dengan catatan tidak melibatkan iuran siswa.

Berbeda dengan sekolah negeri, kebijakan ini belum menjadi aturan ketat bagi sekolah swasta. Pemkot Surabaya hanya memberikan imbauan agar lembaga swasta turut mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi peserta didik.

"Kalau sekolah swasta, lebih bersifat imbauan karena mereka di luar kewenangan kami," ujar Eri.

Ia juga menambahkan bahwa meskipun wisuda bisa menjadi momen menggembirakan, esensi pendidikan tidak terletak pada perayaan kelulusan yang bersifat seremonial.

"Yang penting itu bagaimana anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi berkarakter baik di tengah lingkungannya. Bukan hanya soal euforia tiap akhir tahun pelajaran," katanya.

Isu larangan wisuda dan perpisahan sekolah kini menjadi sorotan nasional. Pemerintah Provinsi Jawa Barat baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 42/PK.03.04/KESRA, yang mengatur pelarangan kegiatan wisuda atau perpisahan di semua jenjang pendidikan, dari PAUD hingga SMA/SMK.

SE yang dirilis pada 30 April 2025 itu menekankan agar seluruh sekolah tidak menyelenggarakan kegiatan seremonial dengan biaya tinggi, kecuali dilakukan tanpa membebani orang tua.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat. Kepala Ombudsman, Dan Satriana, menyatakan bahwa pungutan dalam kegiatan wisuda bisa berpotensi menjadi maladministrasi.

(Bobby Koloway/TribunJatimTimur.com)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.