TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan pengemudi ojek online (Ojol) maupun roda empat akan melakukan unjuk rasa dengan mematikan aplikasi pada Selasa (20/5/2025) sekitar pukul 13.00 WIB.
Unjuk rasa akbar tersebut bertajuk Aksi 205 dan offbid massal dan akan menyasar sejumlah lokasi strategis di Jakarta, termasuk Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan, DPR RI, serta kantor-kantor perusahaan aplikasi.
Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemotongan tarif yang dianggap memberatkan dan tidak berpihak pada kesejahteraan pengemudi.
Public Relation Specialist Maxim Indonesia, Yuan Ifdal Khoir, menjelaskan, kebijakan pemotongan tarif atau komisi aplikasi yang diterapkan oleh pihaknya tetap mengacu pada regulasi pemerintah, khususnya Keputusan Kementerian Perhubungan No. 1001 Tahun 2022.
Dalam aturan tersebut, batas maksimal biaya sewa penggunaan aplikasi ditetapkan sebesar 15 persen.
“Di Maxim, kami menerapkan komisi aplikasi mulai dari 5% hingga 15%, tergantung jenis layanan dan wilayah. Misalnya, untuk layanan Maxim Bike, komisi berkisar 9%-15%, sedangkan Maxim Car 8%-15%. Di beberapa daerah seperti Manado, tarif komisi tetap stabil,” jelas Yuan dikutip dari Kontan, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, Maxim menyediakan program insentif, seperti penurunan komisi bagi mitra pengemudi yang aktif dan memiliki performa baik, termasuk mereka yang menggunakan stiker branding Maxim pada kendaraan.
Maxim mengklaim selalu berupaya menjaga keseimbangan antara pendapatan pengemudi, permintaan pengguna, dan keberlanjutan operasional perusahaan. Perusahaan juga menyediakan sistem bonus dan prioritas pemesanan bagi pengemudi dengan kinerja baik.
“Kami ingin memastikan bahwa mitra memiliki peluang nyata untuk menghasilkan pendapatan utama maupun tambahan. Sistem komisi kami dirancang adil dan berbasis aktivitas pengemudi,” tambah Yuan.
Terkait peran pemerintah, Maxim menekankan pentingnya keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan.
Yuan menilai, setiap kebijakan yang berkaitan dengan tarif seharusnya didasari kajian komprehensif agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pengemudi maupun ekosistem transportasi digital secara keseluruhan.
Ia juga mendorong adanya kejelasan status hukum pengemudi sebagai mitra usaha, bukan pekerja tetap, namun tetap memperoleh perlindungan yang setara dengan pelaku UMKM.
Maxim menilai bahwa tekanan untuk menurunkan komisi di bawah standar yang ditetapkan dapat mengganggu keseimbangan industri e-hailing di Indonesia. Menurutnya, hal ini berpotensi menghambat inovasi, mengurangi minat investasi, serta menurunkan kualitas layanan.
“Oleh karena itu, kami mendukung pendekatan berbasis data dalam setiap perubahan kebijakan, agar ekosistem ini tetap berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak,” tutup Yuan.
Diketahui, sekitar 500 ribu pengemudi ojek online (ojol) akan mematikan aplikasi dan menggelar unjuk rasa besar-besaran secara serentak pada Selasa (20/5). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap aplikator yang mereka tuduh telah melanggar regulasi.
Ketua Umum Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono mengarakan, Garda Indonesia sebagai asosiasi pengemudi ojol menyatakan meminta maaf kepada warga masyarakat Jakarta dan aglomerasi Jabodetabek karena pada hari Selasa 20 Mei 2025.
“Kota Jakarta akan diserbu pengemudi ojek online gabungan roda 2 dan roda 4 dalam rangka aksi unjuk rasa akbar dan reuni aspirasi aksi akbar 205,” ujarnya, Kamis (15/5).
Mereka memprotes Regulasi tersebut yakni Kepmenhub KP Nomor 1001 Tahun 2022, terkait batasan maksimal potongan aplikasi sebesar 20 persen, namun selama ini aplikator diperkirakan melakukan potongan aplikasi sampai 50 persen.