TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk pertama kalinya, musikal Tunggulah Aku di Gunung Parang (TADGP) karya Den Aslam, dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya.
Diproduksi oleh Ngajagi Kreasi Nusantara, pertunjukan ini mengangkat legenda Gunung Parang dari Sukabumi—kisah tragis cinta Nyi Pudak Arum dan Wangsa Suta pasca runtuhnya Kerajaan Pajajaran abad ke-16.
TADGP menggabungkan seni musik, tari, dan teater dalam balutan cerita rakyat yang dikemas secara modern dan puitis.
Diperankan oleh para aktor muda berbakat, musik digarap oleh Jamil Hasyani dan koreografi oleh Gaya Gita Studio.
Menurut Den Aslam, TADGP adalah bagian dari upaya menghidupkan kembali warisan budaya lewat medium pertunjukan musikal agar lebih dekat dengan generasi muda.
“Kisah-kisah lokal bisa menjadi sumber nilai dan identitas bangsa,” ujar Den dalam keterangannya pada Selasa (20/5/2025).
Pementasan ini mendapat sambutan meriah dari berbagai kalangan, mulai dari seniman, budayawan, hingga politisi.
Penonton disuguhi lagu-lagu yang menggabungkan nuansa tradisional dan kontemporer, serta kostum yang etnik-modern.
Disisipkan pula sosok Nyai Kartini dan anaknya Arum dari abad ke-19 sebagai penghubung naratif antara masa lalu dan masa kolonial.
“Arum adalah simbol perlawanan nilai-nilai lokal terhadap dominasi Eropa,” jelas Den.
Disokong oleh Kemenpora RI dan berkolaborasi dengan Teaterindo serta Arsikarta Foundation, Rio Kamase selaku Produser berharap TADGP menjadi langkah awal berkembangnya industri seni pertunjukan di Sukabumi.
“Kami siap membawa TADGP ke kota-kota lain,” pungkas Rio.