Tika Bravani Perankan Siti Walidah Istri KH Ahmad Dahlan di Pentas Teater, Merinding Baca Naskahnya 
Willem Jonata May 20, 2025 10:36 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah Siti Walidah, istri pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, akan ditampilkan dalam pertunjukan teater monolog berjudul 'Aku Yang Tak Kehilangan Suara'.

Dian Eka Wati, sebagai penulis naskah akan memberikan sisi personal dan perjuangan pemikiran Siti Walidah.

Siti bukan sekadar istri tokoh besar, melainkan sosok pemimpin yang menorehkan perubahan dalam bidang moral, pendidikan, dan emansipasi perempuan.

Monolog yang akan dipentaskan pada Sabtu (31/5/2025) di Galeri Indonesia Kaya dalam dua sesi ini menggambarkan perjalanan pemikiran, perjuangan sosial, dan keteladanan seorang Siti Walidah. Bukan hanya sebagai pendamping tokoh besar, melainkan sebagai pendidik, pemimpin perempuan, dan penggerak kemajuan moral dan sosial di masanya.

Sosok Siti Walidah akan diperankan aktris Tika Bravani. Tika sebelumnya memerankan Siti Walidah dalam film 'Nyai Ahmad Dahlan' (2017).

Tika membawa karakter Siti Walidah dengan penuh emosi, menghadirkan seorang perempuan yang tegar dalam menghadapi berbagai perubahan zaman

“Saya merinding ketika membaca naskahnya. Ini bukan hanya tentang sejarah, tapi tentang suara seorang perempuan yang harus terus didengar,” ujar Tika dalam konferensi pers yang digelar di South Quarter, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).

Tantangan dinamika emosi

Sutradara Wawan Sofwan mengatakan tantangan utama dalam pementasan ini adalah menjaga dinamika emosi agar penonton tetap terikat sepanjang pertunjukan. 

"Menyutradarai monolog berarti menggali energi dari satu aktor untuk mengisi seluruh panggung. Tantangan utamanya adalah menjaga dinamika emosi agar penonton tetap terikat dari awal hingga akhir," jelas Wawan.

Selain itu, Wawan juga menekankan pentingnya menghadirkan keberanian perempuan dalam bentuk pemikiran dan suara, bukan hanya keberanian fisik.

"Keberanian bukan soal angkat senjata, tapi keberanian berpikir dan bersuara di ruang-ruang sunyi," ujarnya. 

Wawan Sofwan mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam menggarap karya monolog adalah menjaga energi dan dinamika agar penonton terus terhubung dengan emosi tokoh sepanjang pertunjukan.

“Kami ingin penonton tidak hanya menyaksikan, tapi ikut mengalami perjalanan batin seorang perempuan luar biasa ini. Siti Walidah adalah simbol keberanian bersuara dalam senyap,” ucap Wawan.

Wawan juga menyebut bahwa pertunjukan ini adalah bentuk penghormatan atas semangat juang perempuan dalam sejarah, dan relevan dengan perjuangan perempuan masa kini. 

Joane Win, produser sekaligus pendiri Regina Art, mengatakan bahwa proyek ini bukan hanya bentuk karya seni, tetapi juga penghormatan terhadap sejarah perempuan Indonesia yang selama ini kerap luput dari panggung besar.

“Siti Walidah bukan hanya pendamping suami, beliau adalah tokoh besar itu sendiri. Melalui pertunjukan ini, kami ingin menyampaikan bahwa suara perempuan bisa mengubah arah sejarah bangsa,” ujar Joane.

Ia menambahkan, pertunjukan ini juga menjadi bagian dari peringatan hari wafatnya Siti Walidah yang jatuh pada 31 Mei 1946, menjadikan monolog ini sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan warisan intelektual dan moral yang ditinggalkan beliau.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.