TRIBUNNEWS.COM – China mengatakan bahwa pihaknya akan mempercepat proyek pembangunan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Kohala (Kohala Hydropower Project).
Hal itu diungkap langsung oleh Perusahaan milik negara, China Energy Engineering Corporation, yang saat ini tengah mengerjakan proyek pembangunan bendungan Mohmand Hydropower sejak 2019.
Adapun pernyataan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan di sub benua itu.
Tepatnya setelah New Delhi mengancam akan menangguhkan Perjanjian Perairan Indus 1960.
Sebuah pakta yang secara luas dianggap sebagai landasan stabilitas pembagian air antara kedua negara, sebagaimana dikutip dari Al Mayadeen.
India berdalih penangguhan dilakukan sebagai respons atas dugaan dukungan Pakistan terhadap terorisme di Kashmir yang menewaskan 26 orang.
Meski Pakistan telah menegaskan bahwa pihaknya bukan dalang di balik serangan tersebut, namun India tetap menuduh Pakistan mendukung kelompok seperti Lashkar-e-Taiba dan pemberontak lainnya di Kashmir.
Dengan alasan tersebut India memutuskan untuk menangguhkan Perjanjian Perairan Indus 1960, lantaran terorisme tidak dapat berjalan beriringan dengan perundingan atau pembagian air.
Buntut penangguhan ini, sekitar 240 juta nyawa warga Pakistan kini terancam mengalami krisis air.
Karena 80 persen pasokan air Pakistan berasal dari aliran sungai yang dibagi melalui Indus Waters Treaty (IWT).
"Perubahan mendadak dalam pasokan air bisa mengakibatkan kekeringan parah, gagal panen, serta kelangkaan air bersih bagi jutaan warga Pakistan," ujar seorang pakar hubungan internasional dari Islamabad, dikutip Reuters.
Sebagai respons atas masalah ini, China langsung mempercepat pembangunan proyek bendungan yang terletak di Sungai Jhelum, wilayah Azad Kashmir, sekitar 40 km dari Muzaffarabad.
Rencananya pembangunan bendungan akan difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga air tipe run-of-the-river dengan kapasitas 1.124 megawatt (MW) untuk mengamankan pasokan air bersih bagi jutaan warga Pakistan.
Lebih lanjut, percepatan pembangunan turut menandai penguatan kerja sama strategis antara China dan Pakistan di tengah meningkatnya ketegangan regional.
Khususnya terkait pengelolaan sumber daya air lintas batas.
Terpisah, lembaga penelitian di bawah Kementerian Pertahanan India menyebut China secara diam-diam memberikan Pakistan dukungan pertahanan udara.
Bantuan ini digelontorkan China di tengah memanasnya konflik yang terjadi antara India dan Pakistan selama beberapa pekan terakhir.
Dalam wawancara, Ashok Kumar, Direktur Jenderal Pusat Studi Perang Gabungan yang berbasis di New Delhi, mengatakan China telah memberikan bantuan militer.
Di antaranya membantu Pakistan mengatur ulang sistem radar dan pertahanan udaranya untuk mendeteksi pengerahan pasukan dan persenjataan India secara lebih efektif.
Tak hanya itu, China juga membantu Pakistan menyesuaikan jangkauan satelitnya di India selama interval 15 hari antara insiden 22 April yang menewaskan 26 turis yang sebagian besar warga India.
Pemerintah China belum memberikan komentar usai isu ini mencuat, namun Kumar meyakini China memanfaatkan konflik ini sebagai ajang uji coba senjatanya.
Mengingat selama ini kinerja sistem pertahanan China berada di bawah rata-rata dan "gagal total" dalam beberapa kasus.
(Tribunnews.com / Namira)