TRIBUNNEWS.COM - Toyota diam-diam melakukan pendekatan ke Nissan setelah akhir tahun lalu Nissan gagal melanjutkan pembicaraan mengenai rencana merger dengan Honda.
Januari 2025 lalu, rencana merger Nissan dengan Honda resmi dinyatakan batal dan membuat Nissan harus menghadapi berbagai tantangan bisnis.
Sebuah laporan dari Mainichi mengklaim bahwa pada bulan Februari, seorang eksekutif Toyota menghubungi Nissan, menawarkan dukungan.
Rincian tentang apa sebenarnya dukungan yang akan diberikan Toyota ke Nissan masih belum jelas. Baik Nissan maupun Toyota belum mengonfirmasi adanya pembicaraan tentang kemungkinan kemitraan, menurut Carscoops.
Namun, sulit untuk mengabaikan fakta bahwa Toyota mungkin melihat kesulitan Nissan saat ini sebagai peluang bisnis utama.
Toyota memiliki sejarah panjang dalam meningkatkan pengaruh finansialnya secara diam-diam di perusahaan mobil lain.
Faktanya, Toyota pertama kali membeli 0,22 persen saham Daihatsu hampir 60 tahun yang lalu, secara bertahap meningkatkannya menjadi 16,8 persen dan kemudian 33,4 persen pada tahun 1995.
Pada tahun 1998, Toyota telah meningkatkan sahamnya menjadi 51,2 persen dan pada tahun 2016, Daihatsu sepenuhnya diserap ke dalam pangkuan Toyota.
Selain itu, Toyota juga telah berinvestasi besar-besaran pada produsen mobil lain, memegang sekitar 20 persen saham Subaru dan sekitar 5 persen saham di Suzuki dan Mazda.
Jadi, jelas bahwa Toyota tidak asing dengan melakukan investasi yang diperhitungkan ketika waktunya tepat. Hanya waktu yang akan menjawab apakah Nissan menerima semacam investasi dari Toyota.
Kepala Eksekutif Nissan Ivan Espinosa mengatakan, Nissan terbuka untuk mitra baru, meskipun fokusnya adalah memperbaiki masalahnya dari dalam, setidaknya dalam jangka pendek.
"Ini adalah tinjauan yang sangat terbuka yang sedang kami lakukan dan kami sedang mengevaluasi mitra potensial yang akan memberikan nilai tambah bagi Nissan," kata Espinosa dikutip dari Carscoops, Rabu (21/5/2025).
Rencana ini mencakup pemangkasan 20.000 pekerjaan di seluruh jaringan globalnya dan pengurangan biaya rata-rata tenaga kerjanya per jam sebesar 20 persen.
Selain itu juga pemangkasan kompleksitas komponen sebesar 70 persen dan pemangkasan jumlah platform yang digunakannya. Nissan juga bermaksud untuk menutup tujuh dari 17 fasilitas produksi globalnya.