Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu, meminta pihak aplikator penyedia jasa transportasi online untuk diaudit.
Hal itu disampaikan Adian dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama 66 asosiasi driver online, pada Rabu (21/5/2025).
Awalnya, ia mengkritik praktik pemotongan pendapatan driver oleh perusahaan aplikator.
Adian mempertanyakan besarnya potongan yang dikenakan aplikator, baik kepada driver maupun konsumen.
“Misalnya mereka dapat order 30 ribu rupiah, lalu dipotonglah 30 persen, 40 persen, 50 persen untuk aplikator dari nilai order itu. Ada nggak potongan lain? Ada. Tapi bukan dari mereka. Tapi dari konsumen. Itu namanya biaya layanan dan biaya aplikasi,” kata Adian, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Adian mengatakan, jika ditotal, biaya layanan dan aplikasi bisa mencapai lebih dari Rp10.000 per transaksi.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum dari pemungutan biayabiaya tersebut.
“Dasar hukum ini apa? Dasar hukum 20 persen? Ada. Tapi dasar hukum ini apa? Rp 15.300. Dari tagihan Rp 36 ribu. Ini dari konsumen. Dari pemesan diambil sekian, dari driver diambil sekian. Gitu loh,” ujarnya
Ia bahkan memperkirakan, dengan jumlah pengguna dan order yang sangat besar, aplikator bisa meraup pendapatan hingga Rp 92 miliar per hari.
“Kalau kemudian misalnya dari driver dia dapat 10 ribu rupiah. Per orderan. Lalu dari konsumen dia dapat 10 ribu rupiah. Kita kalikan dengan jumlah driver mereka, dan jumlah mercana mereka 4,2, berarti mereka dapatkan paling tidak 92 miliar per hari,” ucapnya.
Lebih lanjut, Adian menyinggung model bisnis di negara lain, seperti India, di mana tidak ada lagi sistem potongan, melainkan sistem langganan aplikasi bagi para driver.
“Yang ada driver berlangganan aplikasi. Seperti kita berlangganan berita Tempo, berlangganan berita Kompas. Nah, potongan langganan ini berlaku tetap. Nah itulah nanti masa depan driver online hubungannya dan aplikasi, sangat logis,” ujarnya.
Adian menegaskan bahwa berbagai potongan dan biaya yang diterapkan aplikator harus dievaluasi.
Dia menyebut, beberapa di antaranya bahkan tidak memiliki dasar hukum.
“Biaya ini semua ada nih. Biaya layanan dan biaya jasa dan aplikasi. Ini langsung ke aplikator. Rp12.000, Rp10.000. Dan lebih menyakitkan, biaya ini tidak punya dasar hukum sama sekali,” ucapnya.
Adian juga menyoroti praktik 'slot’ ‘aceng', yaitu sistem algoritma yang mengatur siapa yang mendapat order berdasarkan pembayaran tambahan yang dilakukan driver.
Sebab itu dia meminta audit pihak aplikator.
“Untuk dapat order, mereka bayar lagi Rp20.000 per hari. Sudah mereka dapat bayar Rp20.000 per hari, lalu konsumen memesan, dipotong lagi. Persentasinya 20 persen minimal sampai 50 persen. Pernah tidak kita lakukan audit investigatif untuk keuangan ini?” ucap Adian.
Adian melihat, kondisi tersebut sangat merugikan driver online dan menciptakan praktik yang tidak adil.
Sebab itu, Adian meminta agar praktikpraktik seperti ini menjadi perhatian serius dan segera dibahas secara menyeluruh dalam regulasi mendatang.
“Mereka bayar untuk dapatkan order prioritas. Di luar potongan. Kejam sekali pimpinan,” pungkasnya.