TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nama Zulkarnaen Apriliantony disebut dalam sidang lanjutan kasus judi online (judol) sebagai pihak yang merekomendasikan Adhi Kismanto menjadi tenaga ahli di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo; kini Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi) hingga akhirnya memainkan peran mengatur buka tutup blokir berbayar situs judol.
Hal ini disampaikan oleh saksi anggota Polda Metro Jaya, Yekus Ello Kelvin, dalam persidangan kasus judi online Komdigi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025).
Yekus merupakan satu dari beberapa anggota kepolisian yang ikut menangkap tersangka judi online.
Dia dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk empat terdakwa kasus ini, yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
"Awalnya beliau (Adhi Kismanto) ini bisa masuk sebagai tenaga ahli Komdigi karena yang membawa adalah Tony (Zulkarnaen Apriliantony)," kata Yekus saat memberikan kesaksian.
Adhi Kismanto diketahui bertugas mengumpulkan daftar situs judi online untuk diserahkan ke Komdigi guna dilakukan pemblokiran. Namun, di sisi lain, Adhi juga diduga mengamankan sejumlah situs agar tidak diblokir, termasuk situs populer bernama Sultan Menang.
"Tetapi Adhi Kismanto ini, salah satu, web 'Sultan Menang' ini, sama dia diamankan untuk di-take down, tidak diblokir," lanjut Yekus.
Saksi Yekus kemudian menjelaskan Zulkarnaen Apriliantony yang merupakan mantan Komisaris PT Hotel Indonesia Natour (BUMN), memfasilitasi pertemuan antara Menteri Kominfo saat itu, Budi Arie Setiadi, dan Adhi Kismanto.
Dalam pertemuan Budi Arie Setiadi dan Adhi Kismanto itu, Adhi mempresentasikan sistem crawling data situs judol yang diklaim bisa melacak ribuan situs ilegal.
Meskipun tidak lulus seleksi resmi karena tidak bergelar sarjana, Adhi tetap diminta oleh Budi Arie untuk bergabung sebagai tenaga ahli. Tugasnya adalah mendeteksi dan menyerahkan data situs judi online ke Tim Take Down yang dipimpin Riko Rasota Rahmada.
Namun, menurut jaksa, Adhi justru memblokir situs-situs yang telah dibayar untuk tidak diblokir, sehingga memicu negosiasi ulang tarif hingga Rp280 juta.
Dalam dakwaan keempat terdakwa yang dibacakan sebelumnya, jaksa mengungkap bahwa terdakwa Alwin Jabarti Kiemas bekerja sama dengan Jonathan (DPO), pengelola situs SultanMenang.
Alwin merekrut tim penjaga situs untuk menghindari pemblokiran Kominfo dengan imbalan Rp1–2 juta per situs, yang kemudian meningkat hingga Rp4 juta.
Sementara itu, terdakwa Muhrijan alias Agus, yang mengetahui transaksi ini, memeras saksi Deden Imadudin Soleh dengan ancaman akan melaporkannya ke Menkominfo. Deden akhirnya membayar Rp1,5 miliar secara bertahap.
Muhrijan lalu bertemu Adhi untuk melanjutkan praktik penjagaan situs judol, dengan iming-iming pembagian hasil antara Rp1 miliar hingga Rp5 miliar, atau 20 persen dari total pendapatan situs.
Dalam dokumen yang disita jaksa, disebutkan pembagian keuntungan dari penjagaan situs judi online mencapai Rp48,75 miliar.
Uang itu didistribusikan ke berbagai pihak dengan kode tertentu sebagai berikut:
Jaksa menyatakan para terdakwa melanggar Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE dan Pasal 303 KUHP tentang perjudian, serta Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.