TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingkat kepemilikan asuransi di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga September 2024, penetrasi asuransi di Indonesia hanya mencapai 2,8 persen.
Angka ini masih jauh tertinggal dibandingkan penetrasi asuransi di Malaysia yang mencapai 4,8 persen, Jepang 7,1 persen dan Singapura 11,4 persen di tahun 2023.
Hal ini membuka peluang besar bagi industri asuransi jiwa syariah untuk meningkatkan penetrasi pasar di Indonesia.
Hal ini ditopang oleh posisi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, mencapai 245 juta jiwa atau 87 persen dari total populasi dan didukung bonus demografi dengan sekitar 70 persen penduduk berada dalam usia produktif.
"Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan asuransi jiwa dan kesehatan berbasis syariah, khususnya dengan dukungan literasi keuangan yang memadai," Direktur Prudential Syariah, Herwin Bustaman di acara talkshow Strategi Asuransi Syariah Pacu Pangsa Pasar dan Menghadapi Persaingan Bisnis di 2025 di Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Herwin melihat adanya tren positif terhadap minat dan permintaan produk asuransi berbasis syariah.
Berdasarkan Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa 2024 dari AAJI, total pendapatan kontribusi industri asuransi jiwa syariah naik 11 persen menjadi Rp22,1 triliun pada 2024. Total aset pun naik menjadi Rp32,3 triliun dari Rp31,7 triliun pada 2023.
Herwin Bustaman menjelaskan pertumbuhan ini didukung oleh meningkatnya literasi dan inklusi keuangan syariah.
Mengutip hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 oleh OJK, tingkat literasi keuangan syariah mencapai 43,42 persen dengan tingkat inklusi hanya 13,41 persen.
Ini artinya masyarakat sudah mulai memahami prinsip syariah, namun belum menerapkannya dalam bentuk kepemilikan produk.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan target pertumbuhan aset industri asuransi dan reasuransi syariah sebesar 13,2 persen di tahun 2025.
Namun realisasinya masih jauh dari harapan. Data OJK menunjukkan, aset gabungan asuransi umum dan jiwa syariah per Februari 2025 hanya tumbuh 3,24% menjadi Rp43,26 triliun.
Herwin menyebutkan, salah satu segmen yang sangat potensial digarap oleh industri asuransi jiwa syariah adalah generasi muda. Semakin banyak anak muda, khususnya milenial dan Gen Z, yang menyadari pentingnya proteksi sejak dini.
Hal ini diperkuat oleh survei Populix 2024 yang menunjukkan 73% responden anak muda menganggap asuransi kesehatan sebagai hal penting.
Namun, industri asuransi jiwa syariah juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah inflasi medis yang diproyeksikan mencapai 19% pada 2025—jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi umum sebesar 2,6 persen.
Angka ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata inflasi medis di Asia (13%), Eropa (10%), dan Amerika Serikat (5%). Ditambah lagi, jumlah kelas menengah Indonesia mengalami penurunan 17lam lima tahun terakhir, yang turut memengaruhi daya beli masyarakat.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Herwin menyatakan pihaknya menerapkan dua strategi utama: inovasi dan kolaborasi produk dan layanan yang simple, relevan, terjangkau, serta memberikan manfaat perlindungan yang kuat.
Diantaranya, PRUWell Medical Syariah dengan konsep fair pricing, pertama di Indonesia, untuk menjawab tantangan inflasi medis.
Kemudian, PRUSehat Syariah, asuransi kesehatan syariah yang membidik anak muda lajang dan yang sudah berkeluarga untuk melengkapi asuransi yang sudah dimiliki, seperti BPJS atau asuransi kantor.
Untuk memperluas penetrasi asuransi syariah, Herwin bilang pihaknya mengoptimalkan berbagai kanal distribusi seperti tenaga pemasar dan mitra bancassurance. Sebanyak 80.000 tenaga pemasar yang mengikuti pelatihan Sharia Way of Selling.
Pihaknya juga menjalin kerjasama strategis dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk menjangkau lebih dari 20 juta nasabah, serta menjalin kerjasama dengan komunitas, universitas, dan organisasi Islam.
Industri asuransi jiwa syariah lainnya, PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk (JMAS) atau JMA Syariah tetap optimis mendorong pertumbuhan aset 18 persen di 2025.
“Berdasarkan data terbaru kuartal I 2025, total aset kami tercatat sebesar Rp324,99 miliar, tumbuh 0,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ungkap Direktur Utama JMA Syariah, Basuki Agus dikutip Kontan, Rabu (7/5/2025).
Di kuartal I, perusahaan fokus mengembangkan tim pemasaran dan di kuartal II ini diharapkan ada peningkatan untuk menunjang pencapaian target di 2025.
Meski kini industri asuransi masih menghadapi tantangan rendahnya inklusi keuangan syariah nasional, dia optimis mendorong pertumbuhan aset dengan fokus pengembangan pasar produk individu.
Caranya, dengan mengintensifkan program literasi dan inklusi ke berbagai lapisan masyarakat, terutama melalui kerja sama dengan komunitas dan lembaga pendidikan.
“Digitalisasi sangat penting untuk membuka akses informasi, meningkatkan pemahaman, dan memperluas jangkauan proteksi berbasis syariah. Ini adalah kunci untuk mempercepat inklusi keuangan syariah dan meningkatkan penetrasi asuransi syariah di Indonesia,” tegas Herwin.
Laporan Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk/Shintia Rahma Islamiati | Sumber: Kontan