TIMESINDONESIA, MALANG – Proses eksekusi sebuah rumah di Jalan Bandung No. 34, Kecamatan Klojen, Kota Malang, akhirnya dilaksanakan Kamis pagi (22/5/2025) setelah sempat tertunda pada Maret lalu. Sebelumnya, eksekusi ditangguhkan karena adanya permohonan dari pihak termohon serta munculnya penolakan yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas) dan LSM.
Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri (PN) Malang, Ramli Hidayat, menyampaikan bahwa eksekusi berlangsung aman dan tertib, tanpa ada gangguan dari pihak manapun.
“Eksekusi ini berdasarkan penetapan Nomor 4 Tahun 2025 yang merujuk pada putusan perkara perdata No. 95/Pdt.G/2023/PN.Mlg. Proses pengosongan berjalan lancar, tanpa perlawanan,” ujar Ramli, Kamis (22/5/2025).
Ia menambahkan, barang-barang milik termohon telah diamankan dan dipindahkan ke lokasi yang telah disiapkan sebelumnya, yakni rumah kontrakan yang cukup menampung seluruh isi rumah.
Sementara, Arya Sjahreza Bayu Lesmana, selaku penghuni rumah dan pihak termohon, melalui kuasa hukumnya H.M. Rosadin, SH, MH, menyatakan pihaknya menghormati keputusan pengadilan meskipun tetap menyimpan keberatan atas proses hukum yang dijalani.
“Klien kami tetap patuh pada hukum, tetapi kami juga menjalankan langkah hukum lanjutan terkait dugaan tindak pidana dalam perkara ini. Saat ini ada laporan dugaan pelanggaran Pasal 266 KUHP dengan terlapor Rizky Thamrin dan istrinya, selaku pihak pemohon eksekusi,” ungkap Rosadin.
Ia menjelaskan, konflik berawal dari kerja sama bisnis rokok antara Arya dan seseorang bernama Nanda. Dalam proses tersebut, sertifikat rumah milik Arya digunakan sebagai jaminan untuk mengajukan pinjaman ke bank. Namun, sertifikat tersebut kemudian dialihkan ke Rizky tanpa sepengetahuan Arya.
“Rumah ditebus oleh Rizky dengan nilai yang kami anggap tidak masuk akal. Nilai kewajiban pun melonjak drastis hingga Rp12 miliar. Hal ini yang memicu berbagai persoalan hukum, dan klien kami yang dirugikan,” jelasnya.
Rosadin juga menegaskan bahwa Arya telah menempati rumah tersebut sejak 2003 dan merupakan pemilik sah. Namun, kini ia tidak hanya kehilangan hak atas tempat tinggalnya, tetapi juga harus menghadapi pelaporan pidana karena dianggap memasuki properti milik orang lain tanpa izin.
“Klien kami ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Peralihan kepemilikan dan nilai transaksi yang tidak wajar adalah hal yang masih kami perjuangkan. Semua bermula dari kepercayaan dalam kerja sama yang justru dimanfaatkan pihak lain,” tuturnya.
Sebagai informasi, sebelumnya proses eksekusi sempat mendapat penolakan dari sejumlah ormas dan LSM yang menilai ada kejanggalan hukum serta menyebut Arya sebagai korban praktik mafia tanah.
Kini, meskipun proses eksekusi telah rampung, tim hukum Arya menyatakan masih akan melanjutkan langkah-langkah hukum, baik di jalur pidana maupun perdata, untuk memperjuangkan keadilan bagi klien mereka. (*)