Diabetes Usia Remaja Tembus 23 Kasus, Klungkung 14 Kasus, Dinkes Bali Deteksi Dini 3.727 Remaja
Anak Agung Seri Kusniarti May 22, 2025 11:30 PM

TRIBUN-BALI.COM  – Kasus diabetes pada usia remaja di Bali mengkhawatirkan. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali dari hasil deteksi dini gula darah sesuai kelompok usia 15-17 periode Januari-7 Mei 2025 tercatat total 23 kasus dari jumlah peserta deteksi sebanyak 3.727 orang. 

Dari jumlah tersebut terinci, Kabupaten Klungkung terbanyak sebanyak 14 orang, Kabupaten Badung kedua dengan 7 orang, Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar 1 orang. Sementara Kabupaten Buleleng, Bangli, Jembrana dan Karangasem nihil kasus. 

Dinkes Kabupaten Klungkung pun melakukan skrining terhadap 14 remaja yang terdeteksi diabetes. Dinkes akan melakukan pemeriksaan ulang untuk penegakan diagnosa dan tindak lanjut pengendalian penyakit. 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Klungkung, Ketut Ardana menjelaskan, skrining dengan pengecekan gula darah dilakukan secara masif menyasar remaja berusia 15-17 tahun.

Dari Januari-Mei 2025, sebanyak 544 remaja telah menjalani pemeriksaan gula darah. Hasilnya, sebanyak 417 orang memiliki kadar gula darah normal, 113 orang masuk kategori pre-diabetes (mengarah diabetes) dan 14 orang terdeteksi diabetes. 

“Skrining ini kam baru pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS), artinya tidak bisa langsung dianggap diagnosa. Harus ada pemeriksaan lanjutan,” ungkap Ardana, Kamis (22/5). Ia mencontohkan, saat skrining terhadap remaja di lapangan beberapa waktu lalu.

Petugas dari Dinkes beberapa waktu lalu, ada 2 remaja yang hasil GDS tergolong tinggi melebihi 140 dan 170. Di saat diminta datang lagi 3 hari selanjutnya ke Puskesmas, hasil pemeriksaannya justru normal.

“Artinya kami tidak bisa mendiagnosa sudah diabetes dari hasil pengecekan GDS. Paling bagus pemeriksaan gula darah puasa. Itu baru bisa digunakan sebagai diagnose,” jelasnya.

Sehigga sebagai tindak lanjut, Dinkes telah meminta Puskesmas untuk melakukan pemetaan nama serta alamat remaja yang terdeteksi pre-diabetes (mengarah diabetes), maupun yang telah terdeteksi diabetes. Termasuk mendeteksi dari data itu, apakah dominan karena ada faktor genetik atau gaya hidup.

“Puskesmas sudah melakukan penelusuran. Kami segera lakukan pertemuan dengan seluruh kepala puskesmas, untuk bahas ini,” jelasnya.

Hasil ini menurutnya tidak lepas dari skrining masif yang dilakukan Dinkes Klungkung. Hasil ini menjadi peringatan, bagaimana mulai mulai banyak remaja yang bersiko diabetes. 

Tingginya angka gula darah di kalangan remaja tidak hanya pengaruh genetik, tapi karena pola makan tidak sehat dan gaya hidup sedentari. Konsumsi berlebihan makanan manis, kelebihan asupan karbohidrat, serta minimnya aktivitas fisik.

Terkait data ini, pihaknya menekankan pentingnya memperkuat kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), khususnya di kalangan remaja. “Germas ini sering dianggap remeh, padahal sangat penting untuk mencegah penyakit kronis sejak dini. Ini harus jadi perhatian kita semua,” tegas Ardana.

Sebagai langkah konkret, Dinkes Klungkung juga aktif melakukan edukasi ke sekolah-sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Program ini dilaksanakan secara kolaboratif bersama Dinas Pendidikan. 

“Dinkes tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh dukungan dari semua pihak, termasuk sekolah, keluarga, dan masyarakat luas untuk menekan angka diabetes ini,” ungkap dia.

Sedangkan Kepala Dinkes Provinsi Bali, Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes mengimbau agar anak-anak juga turut menerapkan pola hidup sehat.

“Melalui Promkes Provinsi Bali, Kabupaten/Kota dan Puskesmas kepada masyarakat untuk pola hidup sehat dengan CERDIK. Cek kesehatan secara teratur, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat yang cukup, dan kelola stres,” ujar Anom. 

Kasus diabetes tinggi tersebut juga disoroti Komisi IV DPRD Provinsi Bali yang sebelumnya menggelar rapat terkait pembahasan kebijakan Jaminan Kesehatan dan Ketenagakerjaan dengan BPJS Ketenagakerjaan beberapa hari lalu. 

Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Suwirta menjelaskan kasus diabetes/prediabetes usia remaja ini sebenarnya sudah ada terjadi di kota-kota besar. Terungkap anak remaja  terdeteksi terkena diabetes  saat

Diskes  melakukan cek gula darah di masing masing kabupaten/kota di Bali ternyata kasusnya juga sama. “Tentu diabetes ini diketahui ada beberapa penyebab keturunan, pola makan dan pola hidup,” jelas Suwirta, Rabu (21/2). 

Untuk kasus anak kemungkinan penyebabnya cenderung pola makan atau minum. Menurut Suwirta,  anak-anak mudah mendapatkan makanan, karena mudah pesan lewat ojek online. “Pesan makanan dan minuman cepat saji termasuk mikol ditambah begadang sambil main gawai atau game,” bebernya. 

Oleh sebab itu, Komisi IV DPRD Bali mengundang Dinkes dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) untuk menindaklanjuti data tersebut. Hal ini untuk memastikan dan mengambil sampel darahnya kembali dengan diperiksa dalam keadaan puasa. “Setelah itu memastikan penyebab dan langkah langkah preventif dan kuratif,” beber Suwirta. 

BBPOM diminta harus melakukan pengecekan makan tidak hanya menunggu saat Hari Raya Lebaran, tetapi setiap saat. Suwirta meminta tim BBPOM ditambah dengan kerjasama dengan Dibskes kabupaten/kota serta melibatkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan pihak sekolah.

“Pengecekan makanan  untuk melakukan pemgawasan dan edukasi baik kepada anak-anak maupun kantin sekolah,” tutur Suwirta. 

Komisi IV DPRD Provinsi Bali mengharapkan Kepala Dinkes dan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Bali diminta selalu koordinasi dengan BPJS Tenaga kerja, dan BPOM terkait isu kesehatan masyarakat kebijakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan. (sar/mit)

Kasus diabetes usia remaja di Bali dinilai mengkhawatirkan. Pada saat rapat Komisi IV DPRD Bali dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) disampaikan adanya trend baru, di mana anak-anak banyak yang terkena diabetes.

Kepala BBPOM di Denpasar, Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt. mengatakan penyebab diabetes pada usia remaja ini belum tentu disebabkan karena minuman kemasan. 

“Bahwa minuman berkemas ini menyebabkan diabetes ya, tidak bisa juga kita sebut seperti itu, karena bergantung juga pola konsumsinya. Yang kalau kami perhatikan, sepertinya pola konsumsi,” jelasnya pada, Rabu (21/2). 

Lebih lanjut ia mengatakan, selama ini minuman dan pangan yang teregistrasi di badan POM, sudah berisikan beberapa persyaratan seperti label, penandaan di label, serta informasi yang ditulis di label itu harus ada, diwajibkan untuk pangan olahan mencantumkan informasi nilai gizi. 

Informasi nilai gizi ini meliputi kandungan lemaknya berapa, gulanya berapa, garamnya berapa, atau yang saat ini sering disebut GGL (gula, garam, lemak). Pihaknya pun menyarankan agar membaca terlebih dahulu label kandungan sebelum mengkonsumsi makanan.

“Itu baru kita bisa memberi izin edar, kita juga penandaannya harus benar. Nah, sekarang konsumen yang perlu diedukasi. Anak-anak, bagaimana menkonsumsi? Apa kebelebihan apa tidak? Sesuai kebutuhan masing-masing. Kita harus membaca, konsumen harus membaca informasi ini, kandungan gulanya, ada yang produk low sugar, kita harus baca dulu sebelum membeli itu,” jelasnya. 

Aryapatni menjelaskan, minuman yang sudah memiliki izin edar dinilai pasti sudah memenuhi syarat untuk satu kemasan sekali minum.

Ia pun mempertanyakan saat ini bagaimana pola konsumsi pada anak-anak. Ia juga pernah mendengar ada anak-anak yang benar-benar tidak mau minum air putih sebab sudah biasa mengkonsumsi minuman manis. 

“Dikasih air putih tidak mau, katanya mual, ada yang begitu . Ada yang menangis minta harus minuman yang rasanya manis,” bebernya. 

Menurutnya, jika terbiasa mengkonsumsi minuman manis akhirnya menjadi kebiasaan. Sebetulnya, satu kemasan tidak masalah, namun kasus yang ditemui konsumsi minuman manis ini berkali-kali dan sering.

Ditegaskan, yang perlu diperhatikan dari segi makanan kemasan, yang di mana satu kemasan itu tidak satu sajian. Terkadang karena kemasannya lebih besar, satu kemasan untuk 6 sajian dan dikonsumsi anak-anak secara berlebih. 

“Khan banyak ikut produk yang no sugar, dan kita minum air putih itu yang paling aman, paling sehat. Yang perlu digalakkan lagi ke anak-anak untuk minum air putih. Nah, ini perlu kerjasama dengan dinas, tidak hanya badan POM saja, tidak ada kesehatan, bagaimana dari kecil mereka sudah diedukasi pola makannya ini. Minum air putih, membiasakan,” ujarnya. (sar)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.