Bangkit dari Jumat Kelabu
Hari Widodo May 23, 2025 08:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID - KENANGAN pahit dan memilukan tentang kerusuhan di penghujung Orde Baru masih melekat dalam ingatan warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bahkan, peristiwa berdarah tepat di Jumat 23 Mei 1997 ini sulit dilupakan meski telah lama berlalu.

Dalam peristiwa berdarah yang dikenang dengan nama Jumat Kelabu ini, ratusan nyawa melayang sia-sia. Dari pihak kepolisian mencatat, ada 123 orang tewas, 118 luka-luka dan 179 orang dinyatakan hilang. 

Namun, data yang beredar hingga detik ini masih simpang siur, terutama menyangkut korban yang meregang nyawa. Dari pihak berwenang menyebut ada 142 tewas. Ada pula dari pers menyebut 136 orang, 133 orang, 142 orang dan 155 orang. Bahkan lebih mengejutkan lagi, warga yang menjadi korban kerusuhan Jumat Kelabu ini disebut mencapai 156 orang dan 170 orang tewas.

Bahkan, pascakerusuhan, para korban tanpa identitas dimakamkan secara massal di Tempat Pemakaman Umum (TPU) milik Pemko Banjarmasin, yang berada di Jalan Bumi Selamat Kilometer 22 Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru.

Kerusuhan itu terjadi tepat di hari terakhir kampanye Partai Golkar untuk Pemilu 1997 di Banjarmasin. Seharusnya, momen itu diakhiri dengan kegembiraan, tetapi justru berubah menjadi petaka. Kerusuhan ini bermula dari massa pendukung Golkar yang konvoi melintasi Jalan Pangeran Samudera, Banjarmasin. Padahal setiap Jumat, sebagian ruas jalan ini ditutup untuk keperluan salat berjemaah di Masjid Noor. 

Hairus Salim, dalam buku Amuk Banjarmasin, menuliskan, saat itu sejumlah media menyatakan ada tiga sepeda motor yang dikendarai warga beratribut Pohon Beringin nekat melewati ruas wilayah yang ditutup untuk keperluan salat. Mereka hendak menuju Lapangan Kamboja, lokasi utama kampanye Golkar di Banjarmasin. 

Raungan motor itu mengganggu jemaah yang sedang membaca doa penutup salat Jumat. Polisi sempat melarang rombongan beratribut beringin masuk, tetapi, mereka memaksa masuk ke jalan yang sudah diblokade. Tiga orang yang itu kemudian ditahan, diserbu dan dipukuli warga. 

Dengan seketika, situasi berubah mencekam. Bentrok antara jemaah salat Jumat dengan massa kampanye pecah di Jalan Pangeran Samudera, depan Masjid Noor Banjarmasin. Di depan masjid ini, terjadi insiden yang memicu pecahnya kerusuhan hingga merambah ke seluruh pelosok Kota Seribu Sungai dan sekitarnya. Banjarmasin Membara. 

Setelah 28 tahun berlalu, peristiwa itu masih dikenang melalui forum diskusi hingga pementasan seni. Namun, kepastian siapa yang bertanggung jawab atas tragedi itu masih samar. Pemerintah hanya mengenang peristiwa ini sebagai luka yang tak boleh lagi terulang. 

Kita harus bangkit dari Jumat Kelabu. Tapi sebagai bagian sejarah tentu juga tidak boleh dilupakan. Masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Misalnya masalah pelanggaran HAM saat kerusuhan yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya. (*)
 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.